TOPENG BLANTEK DI KAMPUNG BETAWI
(STUDI KASUS : SANGGAR SENI “FAJAR IBNU SENA” CILEDUG)
SKRIPSI Fakultas Adab dan Humaniora
Dengan Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum)
An. HAMMATUN AHLAZZIKRIYAH NIM. 1111022000008
KONSENTRASI ASIA TENGGARA
PROGRAM STUDI SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1437 H/ 2016 M.
BAB
II
ASAL-USUL
MASYARAKAT BETAWI
A. Asal-Usul
Kata Betawi dan Sejarahnya Suku Betawi
1. Asal
Usul Kata Betawi
sebelum menjelaskan
sejarah asal usulnya Betawi penulis terlebih dahulu menjelaskan asal usul kata
Betawi, ada banyak versi tentang asal usul kata Betawi. Yang
pertama, kata“Betawi” berasal Batavia juga
dipertanyakan kebenarannya karena vocal ia dalam logat Betawi
tetap diucapkan ia,misal rupia, mulia, rumbia tidak
menjadi rupi, muli atau rumba. Begitu pula tidak terjadi perubahan
konsonan huruf p,v dan f menjadi w,
kecuali b yang dapat berubah menjadi w seperti bates menjadi wates. Tidak
mungkin Batavia menjadiBetawi. Dalam kalimat
bahasa Arab pun Batavia tertulis bat a fa alif ya sedangkan
Betawi tertulis bat a alif waw ya.[1] Diucapkan berulang-ulang pun kata Batavia tidak
menjadiBetawi. Karena yang menyebutkan bahwa nama Betawi
Cuma berasal dari plesetan saja. kata Betawi = Batavia yang susah di
ucapkan oleh penduduk lokal saat itu. Kata Batavia berasal dari nama yang
diberikan oleh JP. Coen untuk kota yang harus di banun pada awal kekuasaan VOC
dijakarta pada abad ke-19.
Versi kedua menyebutkan
bahwa kata Betawi berasal dari kata “Bau tai” juga
sangat tidak rasional dan ilmiah. Hal itu muncul secara tiba-tiba
ketika para penjajah Belanda melewati kota Batavia dan tercium aroma kotoran
atau ketika para pejuang melempar kotoran kearah pasukan penjajahan.
Kemudian berteriak “mambet tahi !!!”(Bau Tai) dari teriakan itu lah kemudian
lahir nama Betawi, kisah ini menjai terkenal dan terdapat dalam dongen-dongeng
tradisional jawa seperti Babad Tanah Jawidan kitab Serat Baron Sakender
disebutkan bahwa Kota Batavia yang dapat dibagi menjadi dua kata yakni kata
yahi dan intan.
Versi ketiga kemungkina
ada tiga kata asal nama Betawi. Pertama berasal dari Pitawi, bahasa
Melayu Polynesia Purba yang berarti larangan. Perkataan ini mengacu
padakomplek pembangunan yang sangat dihormati di Batu Jaya (Pakis, Jaya,
Karawangan). Kedua, Betawi berasal dari bahasa Melayu Brunei Betawi yang
diartikan giwang. Dalam ekskavasi di babelan Bekasi banyak
ditemukan giwang dari abad 11 M. Keempat, Betawi berasal dari Flora guling
Betawi cassia glauca, family papillonnaceae. Ini jenis tanaman
perduyang kayunya bulat, guling. Kayunya mudah diraut dan kokoh sehingga banyak
digunakan untuk ganging keris dan pisau. Kemungkinan yang kempat lah kata
betawi ini berasal dari jenis tanaman yang disebut guling Betawi yang banyak
tumbuh di Nusa Kelapa (Sunda Kelapa/ Batavia) tanaman ini juga tumbuh di pulau
jawa dan Kalimantan yang di Kapuas Hulu Klaimantan Barat tanaman ini di
sebut bekawi.[2] Ada
perbedaan pengucapan kata "Betawi" dan "Bekawi" pada
penggunaan kosakata "k" dan "t" antara Kapuas Hulu dan
Betawi Melayu, pergeseran huruf tersebut biasa terjadi dalam bahasa Melayu.[3] Kendati
tiga kemungkinan yang digulirkan Ridwan Saidi tersebut masih perlu diteleti
lagi lebih dalam akan tetapi kata Betawi pertama kali muncul dalam Babad Tanah
Jawa kemudian pada dokumen tertulis dalam testamen Nyai Inqua, janda
Souw Beng Kong.
Betawi termasuk delapan
besar suku-suku bangsa Hindia Belanda. Batavian dalam naskah Eropa adalah
orang-orang Belanda yang berdiam di kota Inten.[4] Kemungkinan
nama Betawi yang berasal dari jenis tanaman pepohonan ada kemungkinan benar.
Menurut Sejarahwan Ridwan Saidi Pasalnya, beberapa nama jenis flora selama ini
memang digunakan pada pemberian nama tempat atau daerah yang ada di Jakarta,
seperti Gambir, Krekot, Bintaro, Grogol dan banyak lagi. "Seperti
Kecamatan Makasar, nama ini tak ada hubungannya dengan orang Makassar,
melainkan diambil dari jenis rerumputan".[5]Kemudian
juga penggunaan kata Betawi sebagai sebuah suku yang pada masa hindia belanda,
diawali dengan pendirian sebuah organisasi yang bernama Pemoeda Kaoem Betawi yang
lahir pada tahun 1923.[6]
2. Sejarah Asal Usul Betawi
Terlepas dari perdebatan
asal-usul kata Betawi selanjutnya mengenai sejarah asal-usul Masyarkat Betawi
yang diawali oleh orang sunda (mayoritas),
sebelum abad ke-16 dan masuk ke dalam kerajaan Tarumanegara yang
berdiri sejak abad ke-5 masehi.[7] serta kemudian pakuan pajajaran orang Protugis sering menyebut Qumda. kerajaan ini
didirikan pada masa pemerintahan Sribaduga Maharaja pada abad ke-14
Masehi[8].
Selain orang sunda, terdapat pula pedagang dan pelaut asing dari pesisir
utara jawa, dari berbagai pulauIndonesia Timur, dari Malaka di Semenanjung Malaya, bahkan dari Tiongkok serta Gujaratdi India.
Selain itu, perjanjian
antara Surawisesa (raja kerajaan
sunda) dengan Henrigue Leme utusan Gubenur Malaka Portugis Jorge d’Albuqquerque
pada tanggal 21 Agustus 1512, bangsa Portugis mendapat izin mendirikan pos
perdagangan di Sunda Kelapa dan Raja Penjajaran bersedia menukar berkapal-kapal
lada dengan barang-barang Portugis.
Sebagai tanda Persahabatan, Raja Penajajran berjanji setiap tahun akan
menghadiahkan 1000 karung lada untuk Raja Portugis.[9] kemudian
Raja Pajajaran membolehkan Portugis
untuk membangun suatu komunitas di Sunda Kalapa mengakibatkan perkawinan campuran
antara penduduk lokal dengan bangsa Portugis
yang menurunkan darah campuran portugis. Protugis bukan bangsa asing yang pertama
yang berdagang di Nusantara. Berabad-abad sebelumnya bangsa Cina dan Arab sudah
biasa mengangkut rempa-rempah untuk di perdagangakan ke Eropa.[10]
Pada 30 Mei 1619 VOC kota
Jayakarta berhasil direbut oleh VOC dibawah pimpinan Jan Pieterzoon Coen,
sebelumnya Sunda Kelapa telah dikuasai oleh fatahillah, yang berhasil menyerang
dan mengusir armada Protugis di Bandar Kelapa maka panglima Demak tersebut
merubah nama Sunda Kelapa Menjadi Jayakarta[11] yang
berartiKemenangan Murni,[12] peristiwa
tersebut dikarenakan merasa perjanjian antar Portugis itu sebagai bom waktu,
ancaman dan hambatan besar bagi perdagangan dan politik kerajaan Islam Demak.[13]Fatahillah
adalah tentara muslim pertama yang menaklukkan Banten dan kemudian mengusai
Sunda Kelapa dari Pajajaran pada tahun 1527.[14]Kemudian
setelah Jayakarta telah dikuasai oleh VOC. Jan Pieterzoon Coen membangun kota
baru di atas reruntuhan itu dan diberi nama Batavia, dan dijadikan sebagai
pusat Kolonial Belanda di Indonesia seja itulah Brlanda mulai membangun kota
Batavia dengan gaya Barat. Untuk itu Coen mendatangkan budak dari berbagai
penjuru Nusantara, juga dari luar, seperti Arakan (Burma), Andaman, dan Malabar
(India). Selain itu kedatangan orang-orang mendapat sambutan yang baik oleh
VOC, orang Cina ini tidak hanya berfungsi sebagai pedagang tetapi juga sebagai
petani penggarap tanah di wilyah Onmelanden (daerah pedalaman sekitar Batavia).[15]
VOC menjadikan Batavia sebagai pusat
kegiatan niaganya, Belanda memerlukan banyak tenaga kerja untuk membuka lahan
pertanian dan membangun roda perekonomian kota ini. Ketika itu VOC banyak
membeli budak dari penguasa Bali, karena saat itu di Bali masih berlangsung
praktik perbudakan. Hanya orang-orang Belanda dan para pegawai serta
budak-budaknya saja yang boleh tinggal didalam kota Batavia. Kota itu
dikelilingi oleh pagar dan tembok besar yang tinggi dan kokoh.
Dalam perkembangannya,
nama Jayakarta pun berubah menjadi Jakarta, dan kemudian ditetapkan pemerintah
sebagai ibu kota negara Republik Indonesia, pusat pemerintahan, pusat
perdagangan, pusat perindustrian, serta pusat kebudayaan. Sedangkan tanggal 22
Juni, yakni tanggal direbutnya kembali Sunda Kelapa oleh Fatahillah, ditetapkan
sebagai Hari Jadi Kota Jakarta. Setiap Tanggal tersebut, Seluruh warga Jakarta
memperingati hari jadi kotanya dengan berbagai atraksi dan acara yang meriah.
[1]Ridwan Saidi, Riwayat
Tanjung Priok dan tempat-tempat lama di Jakarta, Perkumpulan
Renaissance Indonesia, Jakarta, 2010, hal 60-61
[2] Ibid,.
[3] [3]Emot
Rahmat Taendiftia et. al, Gado-Gado Betawi : Masyrakat Betawi dan Ragam
Budayanya,Jakarta: Grasindo, 1996. Hal
[4] Ibid., hal
96-97
[5] Knoerr,
Jacqueline Im Spannungsfeld von Traditionalität und Modernität: Die
Orang Betawi und Betawi-ness in Jakarta, Zeitschrift für Ethnologie 128
(2), 2002,hal. 203–221
[6] ibid
[7] Sugimun, Jakarta
Dari Tepian Air Ke Kota proklamasi, Jakarta: Dinas Museum dan Sejarah
Jakarta, 1988. Hal. 31
[8] Ayat. Rohaedi. Tarumanegara dalam
Sejarah Jawa Barat dari Masa Prasejarah hingga Masa Penyebaran Agama islam. Bandung
: proyek Peningkatan Kebudayaan Nasional Propinsi Jawa Barat, 1975. Hal 31
[9] Hoesein
Djajadiningrat, Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Banten, Jakarta:
Djambatan, 1983. Hal 81
[10]Muhadjir, Bahasa
Betawi: Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia,
2000. Hal 38
[11] Anwarudin,
Harapan, Sejarah, Sastra, dan Budaya Betawi, Jakarta: APM,
2006. Hal 15
[12] Nama
tersebut terinspirasi dari ayat al-Qur’an Inna Fatahna Laka Fathan
Mubinna (surat al-Fath, ayat 1) dan kemenangan Rasullah atas Makkah
pada bulan Ramadhan 8 Hijriah/ Januari 630. Dalam buku Soekanto,Dari
Djakarta ke Djakarta, Jakarta: Penerbit Soeroengan, 1954. Hal 60
[14] R.
Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia, jilid ke-3,
Jakarta: Kansius, Yogyakarta, 1973. hal 56
Komentar
Posting Komentar