TOPENG BLANTEK DI KAMPUNG BETAWI
(STUDI KASUS : SANGGAR SENI “FAJAR IBNU SENA” CILEDUG)
SKRIPSI Fakultas Adab dan Humaniora
Dengan Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum)
An. HAMMATUN AHLAZZIKRIYAH NIM. 1111022000008
KONSENTRASI ASIA TENGGARA
PROGRAM STUDI SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1437 H/ 2016 M.
A. Pertunjukan
Seni Topeng Blantek
Didalam pertnjukan
terdapat tiga fungsi walapun sering bercampur dan tidak jelas batas-batasnya,
diantaranya ; Fungsi pertama dari seni pertunjukan adalah
ritual atau upacara. Dari zaman yunani purba hingga kini pada teater-teater
pertunjukan etnis (daerah) di Indonesia dan berbagai bangsa lain, fungsi ritual
teater tampak menonjol. Penghayatan
dan pengukuhan nilai-nilai kepercayaan atau agama yang dianut oleh masyarakat
yang melaksanakannya. Fungsi kedua adalah seni atau estetik.
Didalam teater pertunjukan senimasyrakat bukan saja mengungkapkan apa yang di
lihat, pikiran, perasaan, harapan, dan sebagainya, akan tetapi juga menikmati
bentuk-bentuk ungkapan yang mereka gunakan.Fungsi ketiga adalah
hiburan dalam hubungan ini teater pertunjukan memenuhi keperluan masyarakat
akan pengalaman yang berbeda dengan pemgalaman sehari-hari bahkan kadang-kadang
memenuhi keperluan bagi masyarakat yang ingin melepaskan diri dari persoalan
kehidupan mereka. Contoh teater dalam fungsi hiburan banyak ditemukan dalam
kehidupan sehari-hari baik dari jenis teater etnis maupun teater baru yaitu
lenong, topeng, ataupun ludruk dan sebagainya.[1]
Seni Topeng Blantek ini,
merupakan pertunjukan rakyat yang terdiri dari unsur nyanyi,tari,
musik(gamelan), lelucon, dan cerita sandiwara. Berbeda dengan
sejenis sandiwara rakyat yang terkenal juga di Jakarta yaitu lenong.
Perbedaan itu antara lain ditandai oleh tempat bermainnya. Lenong dipertunjukan
diatas panggung, sedangkan Topeng Blantek berlangsung di tanah lapangan biasa.
Pertunjukan yang dilakukan seperti Topeng
Blantek, mungkin disesuaikan dengan keperluan seni itu sendiri. Sebab, pada
Topeng Blantek, hubungan antara pemain dan penonton terjadi lebih erat. Sering
kali ada kesempatan-kesempatan yang mungkin penonton ikut dalam percakapan para
pemain. Bahkan bukanlah suatu yang tidak mungkin, jika pada tarian yang
dilakukan pemain, ada penonton yang masuk lingkungan permainan. Pemain dan
penonton yang senang, dapat berinteraksi sehingga terlihat hubungan yang erat
antara penonton dan pemain.[2]
Topeng Blantek memiliki
unsur-unsur dalam pertunjukannya, unsur-unsur tersebut terdapat pakem-pakem
pertunjukan Topeng Blantek yang selama ini digunakan oleh seniman Topeng
Blantek. Unsur-unsur pertunjukan Topeng Blantek antara lain :
1. Cerita
Cerita yang dibawakan
bersumber dari sastra lisan bahwa, “Banyak kita temukan sastra lisan di teater
Indonesia, yang sering disebut sebagai sastra lisan daerah. Hampir di
setiap daerah (kelompok etnik) dapat kita temukan sastra lisan daerah yang ciri
utamanya adalah bahasa daerah,”[3]
Cerita Topeng Blantek
pada umumnya merupakan cerita-cerita legenda masyarakat betawi, tapi saat ini
tidak hanya cerita-cerita legenda saja yang dimainkan dan ceritanya bisa
mengenai apa saja yang penting terdapat unsur hiburan, penerangan, pendidikan
dan dakwah. Unsur-unsur cerita Topeng Blantek antara lain : a.) Cerita dari
pertunjukanTopeng Blantek tidak
memiliki naskah yang tertulis. Seiring perkembangan zaman, kini cerita
pertunjukan Topeng Blantek menggunakan naskah tertulis yang berisi plot-plot
adegan alur cerita sebagai patokan para panjak (pemain). ada pula yang sudah
menggunakan naskah tertulis dengan dialog yang rapih tetapi biasanya pemain
Topeng Blantek tidak terbiasa untuk mengikuti dialog atau kata- kata yang
tertulis di dalam naskah tersebut, mereka lebih terbiasa dengan improvisasi
dari cerita foklore (cerita rakyat turun-temurun). b.) Cerita yang dilakonkan
adalah cerita legenda masyarakat betawi. Legenda Si Pitung, Si Jampang, Si
Jantuk, dll. c.) Cerita yang dilakonkan bisa cerita apa saja yang penting ada
tokoh jantuk sebagai narator atau dalang. Bahkan, cerita teater modern pun
sudah sangat sering dilakonkan dengan adaptasi kedalam bentuk cerita masyarakat
betawi.
Penggarapan cerita pada
Topeng Blantek menggunakan alur cerita atau plot. Plot adalah alur atau jalan
cerita.Plot adalah lakon atau kisahan.[4]Alur
ini yang mengantarkan lakon menjadi semakin menarik. Pada mulanya plot pada
penggarapan cerita Topeng Blantek digarap secaralisan. Plot ini bermula dan
plot lisan atau hanya menjelaskan konsep dan mulut-kemulut.Kemudian sering
berkembangnya zaman, ada beberapa teater rakyat yang sudah menggunakan plot
tertulis. Tetapi para aktor tradisional tidak mau mengenal naskah yang sudah tertulis
dan ada dialognya. Apabila pemain diberikan naskah, maka naskah tersebut kurang
efektif, bahkan hanya dilihat dan dipegang saja, naskah tersebut tidak akan
dihapal dan dibaca dengan serius. Sebab jika terpaku dengan naskah tertulis,
hal itu hanya membuat para pemain merasa dibatasi kreatifitasnya dan terkekang
dalam berimprovisasi.Alur cerita merupakan
jalan cerita dalam sebuah plot. Plot adalah lakon atau kisahan,yang mengulurkan
drama.[5]
Di dalam plot tersebut
terdapat adegan atau bagian-bagian cerita yang didalangi langsung oleh tokoh
Jantuk. Bisa dikatakan, tokoh Jantuk yang memegang plot atau alur cerita
seperti layaknya sutradara. Peran tokoh Jantuk sebagai pemimpin sebuah cerita
adalah apabila ada pemain yang keluar atau lan dan plot, maka tokoh Jantuk lah
yang mengingatkan para pemain untuk kembali ke dalam plot atau alur cerita
tersebut dengan mengingatkan seorang pemain untuk melanjutkan cerita. Biasanya
saat Jantuk bermain ada kalanya dia berimprovisasi dan plot untuk memanjangkan
durasi atau untuk mencari lawakan, lelucon, dan menaikan emosi sebuah cerita. Tokoh jantuk memiliki peran ganda bisa
menjadi pemain dan dalang.
2. Kostum
Kostum yang digunakan
adalah pakaian sehari-hari masyarakat betawi dan tentunya disesuaikan dengan
tokoh yang dilakonkan para panjak (pemain).
3. Musik
Musik Topeng Blantek
meliputi beberapa aspek diantaranya (tangga nada, instrument-instrumen,
lagu-lagu). Tangga nada yang dipergunakan untuk mengiringi Topeng Blantek
kebanyakan tangga nada diantonis, antara lain lagu sirih kuning, surilang dan
ada lagu yang bertangga nada pelog atau slendro antara lain lagu kang haji,
lagu kangsreng dan adapula yang bertangga nada debusi misalnya jali-jali dan
kicir-kicir. Instrumen-instrumen yang dipergunakan untuk mengiringi Topeng
Blantek antara lain 3 Buah Rebana (Biang, Ketok, Kotek) dan ada pula yang
mempergunakan Rebab, Kendang, Kenong, Kecrek, Bende dan Gong.[6]
Iringan musik dalam
pertunjukan Topeng Blantek berbeda dengan teater rakyat betawi lainnya. Pada
awalnya, ia hanya seperangkat alat musik sederhana dan apa adanya seperti
kaleng, panci, kayu, batu. Namun, seiring perkembangan jaman kini alat musik
yang digunakan merupakan musik campuran dari masyarakat Betawi yang heterogen. Musik yang
baik dan tepat bisa membantu aktor atau pemainnya membawakan warna dan emosi
peranannya dalam adegan.[7]
Peran musik dalam sebuah
pertunjukan tidak lagi sekedar menghadirkan ilustrasi yang mengatur adegan
melain kan menjadi satu kesatuan bagian yang tak terpisahkan dari lakon atau
pertunjukan itu sendiri yang dapat menciptakan suasana yang tepat lebih dari
itu, musik pun harus sampai ke telinga penontonnya dengan rasa keindahan.
Dengan demikian, tata musik harus mengandung nilai-nilai sesuai struktur
pertunjukan.[8]
4. Topeng
Dalam pertunjukan Topeng
Blantek, topeng digunakan untuk karakter tokoh jantuk sebagai narrator atau
dalang (pembuka-penutup pertunjukan). Ketika pertunjukan dimulai, tokoh jantuk
dapat membuka topengnya dan dapat berlakon sebagai tokoh lainnya dalam
pertunjukan. Topeng merupakan
ciri khas pada pertunjukan Topeng Blantek tidak dapat dipisahkan kalau tidak
ada topeng nama pertunjukannya bukan Topeng Blantek.
5. Tata
teknik pentas
Tata teknik pentas dalam
pertunjukan Topeng Blantek merupakan sebagai artistik dan simbolik, menjadi
elmen pendukung yang mampu menciptakan imajinasi visual[9]. Tata
teknik pentas tersebut antara lain :
a. Sundung
Sundung terbuat dari
bambu, pada mulanya digunakan oleh pedagang sebagai alat pembawa barang
(rumput, sayuran, kayu bakar) untuk dijual dipasar. Seiring berjalannya waktu,
sundung digunakan sebagai artistic pertunjukan Topeng Blantek yang berfungsi
sebagai pembatas antara panjak (pemain), nayaga (pemusik) dan penonton.
b. Obor
Obor terbuat dari bambu
yang dulu digunakan sebagai alat penerangan pada setiap pertunjukan Topeng
Blantek yang digelar pada malam. Kini, obor tidak hanya sebagai alat
penerangan, tapi difungsikan sebagai artistik pertunjukan Topeng Blantek.
Selain itu, obor juga berfungsi sebagai pembatas/pembeda ruang dan waktu para
panjak (pemain). Contohnya, bila panjak (pemain) dalam perjalanan dekat harus memutari
obor sebanyak satu kali dan kalau perjalanannya jauh panjak (pemain) harus
memutari obor lebih dari satu kali.
c. Waktu
dan tempat pertunjukan
Pada mulanya pertunjukan
Topeng Blantek diselenggarakan semalaman suntuk di tempat terbuka yang berada
di tengah pasar. Kini, berangsur-angsur pertunjukan Topeng Blantek disesuaikan
dengan kondisi yang ada bisa malam, pagi, siang dan sore hari. Pertunjukan
Topeng Blantek dapat dipentaskan kapan dan dimana saja (di ruang
terbuka/tertutup, arena dan panggung) sesuai kebutuhan pertunjukan.
d. Unsur
gerak
Dalam pertunjukan Topeng
Blantek tidak luput dari unsur gerak seperti pencak silat, tarian dan tokoh
jantuk yang berkarakter interaktif/enerjik. agar di atas panggung tercipta
sebuah komposisi unsur gerak yang memnuhi keindahan gerak sebagaimana yang di
tuntu.[10]
e. Tata
Rias dan Busana
karakter tokoh-tokoh atau
para pemain dapat tampil dengan meyakinkan apabila unsur-unsur tat arias dan
tata busana sebuah pertunjukan Topeng Blantek diciptakan atas dasar estetis.[11]
Tata rias merupakan
perkara seni yang kompleks.Manusia dapat dirias sesuka hati, manusia dalam
teater.[12] Artinya
manusia dapat dirias dengan sesuka hati di dalam pertunjukan teater sesuai
dengan karakter yang dimainkan.Tata rias merupakan seni menggunakan bahan
kosmetika untuk menciptakan wajah peran sesuai dengan tuntutan lakon.Fungsi
pokok dan rias merupakan mengubah watak seseorang, baik dan segi fisik,
psikhis, dan sosial.[13] Fungsi
bantuan rias adalah untuk memberikan tekanan atau aksen terhadap perannya. Tata
rias pada pertunjukan lopeng Blantek tanpa harus menggunakan aksen pada
wajahnya pun pertunjukan dapat berjalan dan ditampilkan. Tetapi karena
kebutuhan penonton untuk menjelaskan karakter yang dimainkan, kini Topeng
Blantek sudah menggunakan aksen pada wajahnya. Tata rias Topeng Blantek
menggunakan karakter keseharian, hanya dengan aksen yang minimalis pertunjukan
Topeng Blantek dapat dimainkan dengan lancar. Pada pertunjukan Topeng Blantek
biasanya yang menggunakan aksen untuk tokoh karakter tertentu, mereka biasanya
menggunakan bahan tata rias tradisional, yaitu areng atau pensil sipat berwarna
hitam untuk membentuk aksen pada jengot, kumis, alis dan lainnya.
Tata Busana sebuah
produksi drama yang dipentaskan merupakan sesuatu yang dilihat dan didengar oleh
penonton, dan sebab itu seorang pelaku selain harus memperhatikan bagaimana
membawakan ceritanya, ia juga harus memperhatikan bagaimana penampilannnya.
Seorang pelaku sebelum didengar suaranya, sudah pasti penampilannya yang
dilihat lebih dahulu.Maka dan itu kesan yang ditimbulkarmya pada penonton yang
pertama kali tampak dapat membantu menggariskan dan memperkuat karakter melalui
pakaiannya, lantas memperkuat kesan itu atau mengubahnya menurut keperluan
lakon.[14]
Pakaian yang biasa
digunakan pertunjukan Topeng Blantek merupakan kostum atau pakaian sehari-hari
adat budaya Betawi sesuai dengan tokoh yang dimainkan para pemain. Biasanya
kostum adat budaya Betawi menggunakan pakaian muslim adat Betawi, karena
masyarakat Betawi rata-rata merupakan penganut agama islam. Kostum bernuansa
Islami ini tetap mencirikan kekhasan Betawi yang merupakan unsur perpaduan dan
budaya Sunda, Jawa, Arab dan Cina.Pakaian Topeng Blantek lebih kepada kostum
keseharian si tokoh dan memiliki warna yang gelap, namun terkadang bisa mirip
dengan kostum Lenong yang cerah. Inilah beberapa contoh kostum Topeng Blantek
kesehanian sesuai dengan tokohnya.
f. Gaya
Penyajian
Gaya penyajian Topeng
Blantek merupakan gaya permainan yang disajikan dalam pertunjukan Topeng
Blantek, biasanya menggunakan gaya lelucon atau lawakan sesuai dengan
Iingkungannya. “Gaya lelucon atau lawakan merupakan gaya permainan yang
dilakukan hampir dalam setiap pertunjukan teater tradisional, terutama pada
jenis teater rakyat. [15]Bahkan
porsi lawakan ini sering benlebihan dan selalu mengikuti keinginan penonton.
g. Struktur Penyajian
Struktur penyajian
merupakan aliran atau lakon yang mempunyai struktur jelas.Inilah yang sering
dinamakan struktur drama.[16] Dalam
pertunjukan Topeng Blantek terdapat struktur pertunjukan di dalamnya, agar
pertunjukan tersebut berjalan sesuai dengan pakem-pakemnya.
Struktur penyajian Topeng
Blantek adalah sebagai berikut:
• Mengundang para penonton
Mengundang para penonton dengan cara
menampilkan musik, tari, nyanyian, dan pencak silat atau dalam bahasa
Inggrisnya disebut happening art, kemudian setelah itu masuk pembukaan.
• Pembukaan
Pembukaan di awali dengan tokoh Jantuk
sebagai narator cerita, kemudian setelah itu narator menceriitakan isi ceriita
• Isi cenita
Isi cerita dimainkan oleh para Niaga
(pemain lakon) sesuai dengan cenita plot dengan menggunakan improfisasi dan
spontanitas sampai akhir cerita.
• Penutup
Penutup diakhiri oleh tokoh Jantuk sebagai
pembawa pesan cerita dan penutup pertunjukan.
[1] Sudarsono R.M, Pengantar
Apresiasi seni, cet-I, Jakarta: Balai Pustaka, 1992. Hal 132-134
[2] Edi
Sedyawati, Sapardi Djoko Damono, Seni Dalam Masyarakat Indonesia Bunga
Rampai, Jakarta: PT. Gramedia, 1983. Hal 91-92
[3] Achmad, A.
Kasim. Mengenal Teater Tradisional di Indinesia. Jakarta:
Dewan Kesenian Jakarta. 2006. Hal 98
[4]Surwardi Endraswara. Metode Pembelajaran Drama.Yogyakarta:
CAPS. 2011. Hal 24
[5] Ibid.
[6] Copyan Proyek
Pelestarian dan Pengembangan Kesenian Tradisional Betawi, Dinas Kebudayaan DKI
Jakarta Tahun 1993, Atik Sopandi, M Suaman, Abdurachman, Dan Hisman, SM Ardan.
[7] Harymawan. Dramaturgi. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya. 1993. Hal 159
[8] Mukhlis
paeni, Sejarah Kebudayaan Indonesia Seni Pertunjukan dan seni
Media, Jakarta: Rajawali Pers, 2009. Hal . 12
[9] Ibid.
hal 10
[10] Ibid. hal 12
[11] Ibid.
hal 11
[12] Radhar
Panca, Dahana. Homo Theafricus.Magelang: Indonesia
Tera. 2000. Hal 175
[13] Surwardi, Endraswara. Metode Pembelajaran Drama.Yogyakarta:
CAPS. 2011
2011.
ibid. Hal 97
[14] Herymawan, Dramaturgi.Bandung: PT
Remaja Rosdakarya. 1993. Hal 127
[15] A.
Kasim, Achmad. Mengenal Teater Tradisional di Indinesia. Jakarta:
Dewan Kesenian Jakarta. 2006. Hal 18
[16] Endraswara, Metode
Pembelajaran Drama.Yogyakarta: CAPS. 2011. Hal 20
Komentar
Posting Komentar