Langsung ke konten utama

Topeng Blantek

Topeng Blantek

Tanggal 18 Juni 2015 oleh Abdul_azis sobat budaya

Kategori            : Seni Pertunjukan

Elemen Budaya: Seni Pertunjukan

Provinsi             : DKI Jakarta

Asal Daerah       : Jabodetabek

SOSIO HISTORIS SENI BUDAYA TOPENG BLANTEK

I.1 Sejarah Terbentuknya Topeng Blantek

Masyarakat Betawi memiliki adat budaya yang sangat kental. Masyarakat Betawi yang mencintai seni budaya Betawi yaitu seniman Betawi. Para seniman yang terus berusaha untuk melestarikan seni budaya dengan menampilkan pertunjukan atau pergelaran seni budaya. Kesenian juga dapat menjadi dasar dari adanya sebuah komunitas yang terbentuk dari kebiasaan kelompok itu. Rafael Raga Maram menjelaskan bahwa “Seni budaya merupakan hasil dari sebuah kebiasaan yang dilakukan oleh seseorang maupun kelompok dan nantinya menjadi ciri khasnya kelompok tersebut[12]. Dalam hal ini kelompok yang dimaksud adalab komunitas etnis masyarakat Betawi.”

Berbagai macam seni budaya Betawi menunjukan bahwa keanekaragaman kesenian juga terdapat pada masyarakat Betawi. Betawi sendiri merupakan sebuah suku yang terdiri dari masyarakat yang berdasarkan hasil perkawinan antar etnis suku bangsa karena pada saat itu Batavia menjadi pusat negara Indonesia. Kota Jakarta sendiri pada awalnya merupakan sebuah kota yang bernama Batavia. Batavia ini diberi nama oleh seorang Jenderal Belanda yaitu Jan Pieterszoon Coen. Penduduk yang bermukirn dan tinggal di daerah Batavia di namakan Orang Betawi.

Sebutan untuk Betawi sendiri merupakan sebuah ejaan dan kata Batavia, yaitu Be Ta Wau Ya. Ridwan Saidi menjelaskan bahwa “Masyarakat yang tinggal di Batavia pada saat itu mengubah kata dengan plesetannya, yaitu Betawauya menjadi Betawi dan kata tersebut ada pada abad 19”.[13] Sehingga, menjadi populer dengan nama Betawi dan masyarakatnya disebut sebagai orang Betawi. Sekarang kota Batavia telah beberapa kali mengalami proses perubahan nama dan terakhir diberi nama Jakarta sampai saat ini.

Masyarakat Betawi kini telah banyak mengakui identitasnya sebagai orang Betawi karena faktor keturunan. Orang-orang Betawi yang identik sebagai tuan tanah atau pemilik Jakarta. Namun, sekarang komunitas ini mengalami pergesaran di kotanya. Banyak para pendatang yang datang ke Jakarta dengan jumlah yang besar. Mereka datang dengan berbagai macam tujuannya.

Jumlah pendatang yang besar menyebabkan orang Betawi di Jakarta tergerus. Beberapa komunitas masyarakat Betawi melakukan migrasi yaitu dengan berpindah dari pusat kota ke wilayah pinggir kota Jakarta, seperti daerah Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Disisi lain, orang Betawi juga dikenal memiliki kreatifitas seni yang tinggi. Hal tersebut terbukti dengan berbagai macam seni budaya yang dihasilkannya oleh masyarakat Betawi. Salah satunya adalah Topeng Blantek.

Awal munculnyá seni budaya Topeng Blantek pada zaman penjajahan Belanda, sekitar abad 19. Pada zaman penjajahan Belanda, pergelaran Topeng Blantek sering dilaksanakan oleh orang-orang Betawi pada saat malam hari. Pada waktu itu pergelaran Topeng Blantek lebih sering dipertunjukkan, karena pada saat itu belum banyak seni budaya yang lahir. Para pemain Topeng Blantek disebut panjak. Mereka yang memainkan Topeng Blantek pada umumnya adalah orang-orang Betawi.

Pergelaran Topeng Blantek saat itu menjadi hiburan rakyat dan para koloni Belanda. Asal nama Topeng Blantek berasal dari kata Topeng yang artinya sandiwara dan Blaind Teks yang artinya tanpa teks. Namun, ada juga pandangan dari beberapa tokoh Betawi bahwa kata Blantek merupakan bunyi dari rebana biang dan alat sederhana seperti kayu yaitu “berbunyi blang dan tek”.

Yahya Andi Saputra mengatakan bahwa “Penamaan Topeng Blantek itu diberikan karena pertunjukan tersebut dahulunya menggunakan alat-alat : seperti rebana dan kayu. Jika rebana biang berbunyi blang dan kayu berbunyi tek jadi blang tek atau blantek. Oleh sebab itu dinamakanlah menjadi Topeng Blantek”[14].

Pergelaran Topeng Blantek tidak menggunakan teks, sehingga para pemainnya tidak ada yang membaca teks sebelum pementasan. Namun, sisi kreatifitas setiap pemain yang menjadi faktor utama untuk menghasilkan sebuah dialog akan tetap sesuai dengan pembagian tugas pemain berdasarkan tema cerita yang ada didalam pertunjukan. Penamaan Topeng merupakan adanya tokoh Jantuk yang selalu menggunakan Topeng. Dahulu beberapa Sanggar Topeng Blantek pada tahun 1990 an, banyak memiliki cerita yang menjadi populer pada zamannya, seperti tabel dibawah ini :

Tabel Sanggar Topeng Blantek tahun 1990an[15]

NAMA SANGGAR
PIMPINAN
JUDUL NASKAH
Doa Sumiati
Warta Bin Selli
Bodoh Pinter
Edi Jaya
Marta
Ketiban Duren
PATRA 27
Arwanto
Si Jampang Jagoan Betawi
Kontemporer Jaya
Muhasyim
Salah Colek

Tema cerita yang sering ditampilkan dalarn pementasan Topeng Blantek tentang tokoh Legenda Betawi, seperti Si Pitung, Jampang, Nyai Dasimah dan lain-lain. Di dalam pertunjukan Topeng Blantek, selain cerita terkadang ditampilkan tari-tarian. Tarian yang dipertunjukkan yaitu Ronggeng Blantek, Ngarojeng, Yapong, Topeng Tunggal, dan tari Betawi lainnya. Pertunjukan Topeng Blantek diiringi alat musik rebana biang. Rebana Biang merupakan salah satu alat musik khas Betawi. Rebana Biang merupakan sebuah rebana yang berukuran besar. Keeksitensian rebana biang mengalami kepunahan, karena pembuatannya yang cukup sulit. Sehingga kini rebana Biang tidak jarang digunakan dalam pertunjukan Topeng Blantek.

Menurut Nasir Mupid,“Awalnya Topeng Blantek dulu menggunakan rebana biang yaitu rebana yang besar. Dulunya setiap pertunjukan pakai rebana itu, kemudian bergeser pada penggunaan alat musik yang lain seperti gamelan topeng, gambang kromong, tanjidor, hadroh, marawis dan lain-lain. Akan tetapi ciri khas dari Topeng Blantek tetap kita pertahankan”[16]

Namun seiring dengan perkembangan waktu, penggunaan rebana biang bergeser pada alat-alat tradisional lain yang digunakan sebagai pengiring Topeng Blantek seperti gamelan topeng, gambang kromong, tanjidor, hadroh, marawis dan lain-lain. Rebana Biang jarang digunakan oleh para seniman. Alat-alat tradisional tersebut sebagai pelengkap dalam Topeng Blantek.

Di daerah sekitar wilayah Jakarta, yaitu Bogor juga terdapat seni budaya Topeng Blantek. Pada seni budaya Topeng Blantek yang ada di Bogor ini, memiliki fungsi bukan hanya sebagai hiburan. Namun Topeng Blantek sebagai alat untuk berdakwah menyebarkan ajaran-ajaran agama Islam. Hal itu ditambah dengan iringan lagu-lagu Islami seperti Al Fiqih, Aisyah, dan Maulana. Sedangkan lagu hiburan, salah satunya Jali-jali.

Pada konteks lain nama Topeng Blantek berasal dari alat musik rebana biang dan kotek. Dalam hal ini, Atik Soepandi pernah menuturkan bahwa “Asal muasal penamaan Blantek, yaitu dari nama rebana biang dan rebana kotek”.[17]

Akan tetapi, sebelum lahirnya Topeng Blantek, pertunjukan Topeng dan Lenong sudah ada. Topeng Blantek lahir karena sisi tolak yang berbeda antara Topeng dengan Lenong. Saat itu, Lenong merupakan hiburan masyarakat kelas atas. Sedangkan Topeng merupakan hiburan masyarakat kelas menengah kebawah. Dari kedua faktor itulah, Topeng Blantek lahir untuk menjadi seni budaya yang bersifat universal bagi masyarakat. Oleh sebab itu Topeng Belantek lahir, ketika ada kesenjangan pada masyarakat yang diakibatkan oleh dua faktor tersebut.

Mengenai hal tersebut, Abdurrachiem menegaskan,“Topeng Blantek itu lahir dari sebuah proses keberadaan pertunjukan Topeng dan Lenong. Lenong ditonton oleh masyarakat kelas atas salah satunya tuan tanah. Sedangkan Topeng untuk kalangan masyarakat kelas bawah. Dan Topeng Blantek ada sebagai sisi netral atau penyeimbang. Dalam arti bahwa Topeng Blantek dapat ditonton oleh semua kalangan.”[18]

Walaupun demikian, Topeng Blantek menjadi salah satu hiburan rakyat yang berasal dari seni tradisional masyarakat Betawi. Pada awal keberadaannya, Topeng Blantek dalam pertunjukannya menggunakan obor. Obor di gunakan sebagai alat penerang dalam pertunjukan dan selalu digunakan oleh tokoh Jantuk, karena dahulu Topeng Blantek pertunjukannya selalu dimainkan pada malam hari.

Tokoh Jantuk merupakan aktor penting dalam pertunjukan Topeng Blantek. Ciri khas Topeng Blantek dan yang membedakannya dengan kesenian lain adalah tokoh Jantuk. Tokoh Jantuk selalu memakai topeng dalam pementasan Topeng Blantek. Tokoh Jantuk merupakan pemain yang menjadi pemberi kesimpulan pada akhir cerita pertunjukan Topeng Blantek.

Jantuk pada Topeng Blantek muncul saat awal dan akhir pertunjukan. Pada awal pertunjukan. Jantuk selalu membawa sundung, karena dulu wilayah Jakarta merupakan daerah yang sebagian besar adalah pertanian dan perkebunan. Sundung selalu digunakan oleh para petani di Betawi pada saat itu untuk mencari rumput.

Sundung tidak selalu digunakan dan dibawa oleh Jantuk. Namun, sundung diletakkan diatas panggung sebagai penghias, yang merupakan salah satu ciri khas pertunjukan Topeng Blantek. Sundung yang digunakan pada pertunjukan Topeng Blantek berjumlah dua pasang.

Pada dasarnya Jantuk, sundung dan obor adalah bagian penting dalam Topeng Blantek. Topeng Blantek sendiri memiliki karaktek yang bernuansa budaya dan agama. Tokoh Jantuk dalam Topeng Belantek merupakan penasehat agama, dengan memberikan kesimpulan dari akhir cerita pertunjukan Topeng Blantek. Yang didalamnya berisi penjelasan inti-inti dari cerita yang ditampilkan. Tokoh Jantuk merupakan pembeda antara Topeng Blantek dengan teater Betawi yang lain.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mempertahankan Kesenia Betawi Lewat Seni Topeng Blantek - Jendela (3/9)

Topeng Blantek Warisan Betawi Zaman VOC

Kabar Berita Sanggar Fajar Ibnu Sena 20 Januari 2013 • Topeng Blantek Warisan Betawi Zaman VOC Lenong, Ondel-ondel, Samrah atau Gambang Kromong mungkin tak asing lagi terdengar di telinga. Kesenian tersebut identik dengan kebudayaan masyarakat Betawi. Namun tahukah Anda, ternyata masih ada satu warisan asli budaya Batavia yang sampai saat ini belum banyak dikenal, yaitu Topeng Blantek yang telah dilestarikan sejak zaman Hindia Belanda, atau Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) sekitar tahun 1648. 001,PESANGGRAHAN Topeng Blantek sejatinya merupakan kesenian asli Betawi yang belum terafiliasi dengan kebudayaan asing. Kesenian ini berkembang di daerah pesisir Jakarta, seperti Pasar Ikan, Tanjung Periuk. Saat ini, pelestari Topeng Blantek bisa dibilang langka, karena hanya tinggal tiga orang yang memiliki sanggar. Salah satunya Nasir Mupid, pengelola sanggar Fajar Ibnu Sina. Pria berusia 55 tahun itu mulai bergulat di dunia seni dan melestarikan Topeng Blantek sejak 1983. Dia ...

Topeng blantek : inventarisasi dan dokumentasi WBTB Jakarta Timur

https://youtu.be/R4a1VcejbAU