TOPENG BLANTEK DI KAMPUNG BETAWI
(STUDI KASUS : SANGGAR SENI “FAJAR IBNU SENA” CILEDUG)
SKRIPSI Fakultas Adab dan Humaniora
Dengan Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum)
An. HAMMATUN AHLAZZIKRIYAH NIM. 1111022000008
KONSENTRASI ASIA TENGGARA
PROGRAM STUDI SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1437 H/ 2016 M.
1. Geografis
Masyarakat Betawi
Wilayah geografi atau
peta bumi adalah daerah tempat berdiam suatu suku bangsa. Tempat berdiam itu
berbatas dengan tempat berdiam suku bangsa lain yang biasanya dibedakan dengan
bahasa pergaulan yang dipergunakannya. Wilayah geografi Betawi tidak sama
dengan wilayah geografi Jakarta. Wilayah geografi Jakarta adalah Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Dimanakah letak wilayah tempat berdiam orang
Betawi? Orang Betawi berdiam di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Geografinya
terletak di antara batas-batas sebagai berikut:
1. Sebelah barat sungai
Cisadane
2. Sebelah timur sungai
Citarum (bahkan jauh sampai Batu Jaya, Kerawang)
3. Sebelah selatan kaki
gunung Salak
4. Sebelah utara laut
Jawa.
Wilayah tempat orang
Betawi berdiam itu meliputi daerah propinsi DKI Jakarta, daerah propinsi
Banten, dan daerah propinsi Jawa Barat. Perinciannya sebagai berikut:
1. Propinsi DKI Jakarta
2. Kabupaten Tangerang
3. Kotamadya Tangerang
4. Kota Tangerang Selatan
5. Kabupaten Bekasi
6. Kotamadya Bekasi
7. Kotamadya Depok
8. Sebagian daerah kabupaten Bogor.
9. Sebagian Kerawang (Batu Jaya, Pakis Jaya)
Secara administratif
orang Betawi ada yang menjadi penduduk DKI Jakarta, penduduk kabupaten
Tangerang, penduduk kotamadya Tangerang, penduduk kabupaten Bekasi, penduduk
kotamadya Bekasi, penduduk kotamadya Depok, dan penduduk kabupaten Bogor.[1]
Lengkapnya wilayah
persebaran Masyarakat Betawi
1. Diseluruh
wilayah administrative DKI Jakarta, yang tersebar dalam 30
Kecematan .
2. Diluar
Wilayah DKI Jakarta, terdapat di:
a. Kabupaten
Tangerang, yakni dikecematan-kecematan Mauk, Sepatan, Teluk Naga, Batu Ceper,
Ciledug, Cipondoh, Pondok Aren,Ciputat, dan Serpong.
b. Kabupaten
Bogor, yakni di kecematan-kecematan: Gunung Sindur, Parung Sawangan, Bojong
Gede, Semplak, cibinong, Pancoran Emas Sukma Jaya, Beji, dan Cimangis.
c. Kabupaten
Bekasi, yaitu dikecematan-kecematan: Pondok Gede, Jati Asih, Bekasi Selatan,
Bekasi Utara, Bekasi Timur, Bantar Gebang, Setu, Tambun, Cibitung, Cikarang,
Sukatani, Tambelang, pabayuran, Cabang Bungin, Muara Gembong, Taruna Jaya dan
Babelan.
Para peneliti, (Yayah B.
Lumintaintang 1980 dan 1985, C.D. Grijns 1983 dan Muhadjir 1979) berasarkan
data lapangan yang didukung oleh hasil sensu penduduk 1971 dan 1980, mengatakan
bahwa sebagian besar imigran baru tersebut menanggalkan bahasa asalnya dan menggunakan
bahasa Betawi modern (menurut nama yang diberikan Wallace) sebagai bahasa
pergaulan sehari-hari mereka. Keadaan itu seperti mengulang terbentuknya
masyarakat asli Betawi yang terbentuk oleh pendatang dari berbagai suku dan
bangsa. Kini masyarakat Betawi asli/ kelahiran Jakarta itu pun bersama
bergabung dengan para pendatang baru yang juga berasal dari berbagai suku,
menjadi masyarakat metropolitan Jakarta dengan bahasa melayu Jakarta sebagai
wahana komunikasinya.[2]
Dari komposisi penduduk
Jakarta sangat beragam terdiri dari beberapa entitas etnis yang mendiami
wilayah di DKI Jakarta (masyarakat lokal) diantaranya Sunda, Jawa, China dan
penduduk asli Jakarta yang disebut ”Betawi”. Selain entitas etnis dominan
tersebut terdapat kelompok etnis besar masyarakat lainnya yang datang dari luar
Jakarta, diantaranya etnis Minangkabau, Batak, Manado, Maluku. Secara geografis
Betawi terletak di pulau Jawa, namun secara sosiokultural lebih dekat pada
budaya Melayu Islam. Menurut garis besarnya wilayah Betawi dapat dibagi menjadi
3 bagian, yaitu
1. Betawi
Udik
Betawi Udik ada dua tipe,
yang pertama adalah mereka yang tinggal di bagian Utara Jakarta, bagian Barat
Jakarta dan juga Tanggerang. Mereka sangat dipengaruhi oleh kebudayaan China.
Tipe kedua adalah mereka yang tinggal disebelah Timur dan Selatan Jakarta,
Bekasi dan Bogor. Mereka sanggat dipengaruhi oleh kebudayaan dan adat istiadat
sunda. Mereka berasal dari ekonomi kelas bawah. Kehidupan mereka umumnya lebih
bertumpu pada bidang pertanian. Tarap pendidikan mereka sangat rendah bila
dibandingkan dengan orang Betawi Tengah dan Betawi Pinggir. Peran agama islam
dalam kehidupan sehari-hari orang Betawi Udik berbeda dengan peran agama dalam
kehidupan orang Betawi Tenggah dan Betawi Pinggir. Pada kedua kelompok Betawi
yang disebut terakhir agama islam tetap memegang peran yang sangat penting dan
menentukan dalam tingkah laku pola kehidupan mereka sehari meskipun cara mereka
sudah lebih modern dibandingkan kelompok yang udik. Namun kini telah
terjadi perubahan dalam pola pekerjaan dan pendidikan orang Betawi Udik. Secara
perlahan-lahan tingkat dan pola pekerjaan maupun pendidikan mereka telah
mendekati orang Betawi tengah dan orang Betawi pinggir.
2. Betawi
Tengah
Mereka yang termasuk
Betawi Tengah adalah mereka yang dalam perkembangan Betawi awal menetap
dibagian kota Jakarta dahulu yang di namakan keresidenan Batavia dan sekarang
termasuk Jakarta Pusat. Lokasi ini merupakan bagian dari kota Jakarta yang
paling urban. Bagian inilah yang dalam tahap-tahap permulaan kota Jakarta di
landa arus urbanisasi dan modernisasi dalam skala yang tinggi. Salah satu
akibatnya adalah orang Betawi yang tinggal di daerah ini paling tinggi tingkat
kawin campurannya di banding orang Betawi yang tinggal di pinggir kota Jakarta
ataupun suku-suku lain di Jakarta. Berdasarkan tingkat ekonomi mereka orang
Betawi yang tinggal di tengah-tengah kota Jakarta bisa di bedakan menjadi orang
“gedong” dan orang “kampung”. Pemberian istilah ini tampaknya hanya didasarkan
pada tempat tinggal mereka. Dalam adat Betawi, keberadaan orang “gedongan” di
sadari atau tidak kurang di akui oleh orang Betawi kampung. Sebab gaya hidup
mereka dianggap bukan merupakan bagian dari tradisi orang Betawi asli.
3. Betawi
Pinggir
Orang Betawi Pinggir
cenderung menyekolahkan anak-anak mereka kepesantren-pesanten. Karena itu,
sebagaimana ditulis pada bagian depan buku ini, orang Betawi Pinggir menolak
bila mereka dianggap dalam bidang pendidikan, sebab mereka mempunyai prioritas
pendidikan tersendiri yaitu pesantren. Bagi orang Betawi pinggir pendidikan
formal yang mereka ikuti adalah sekolah-sekolah umum. Namun ini tidak berarti
pendidikan agama dilupakan. Bagi mereka pendidikan agama sudah merupakan bagian
yang penting bagi kehidupan mereka. Proses bermasyarakat sudah menyatu dan
tidak dapat di pisahkan dari kehidupan beragam. Ini sedikit berbeda dengan
orang Betawi Pinggir.
Mereka secara khusus
memberikan perhatian pada kehidupan beragama dengan menyekolahkan anak-anak
mereka pada lembaga-lembaga pendidikan yang bernapaskanIslam. Untuk itulah mereka
menyekolahkan anak-anak mereka di pesantren-pesantrensecara umum, dalam ketiga
kelompok Betawi itu, khususnya kelompok Betawi Pinggir, nilai-nilai islami
menempati porsi paling tinggi.
[1]dikutip dari alamat web: http://www.bluefame.com/topic/491752-etnik-suku-betawi/ di
akses pada tanggal 30 april 2015 12:13 AM
[2]Muhadjir, Bahasa Betawi: Sejarah dan
Perkembangannya, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2000. Hal 56-57
Komentar
Posting Komentar