TOPENG BLANTEK DI KAMPUNG BETAWI
(STUDI KASUS : SANGGAR SENI “FAJAR IBNU SENA” CILEDUG)
SKRIPSI Fakultas Adab dan Humaniora
Dengan Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum)
An. HAMMATUN AHLAZZIKRIYAH NIM. 1111022000008
KONSENTRASI ASIA TENGGARA
PROGRAM STUDI SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1437 H/ 2016 M.
Sebagai suku asli di Jakarta, Betawi sangat kaya akan
seni dan budaya. Namun, tidak semua kesenian Betawi dikenal masyarakat secara
luas, termasuk seni Topeng Blantek. Padahal, jauh sebelum kesenian
tradisional Betawi seperti gambang kromong, lenong dan lain sebagainya dikenal
masyarakat, Topeng Blantek sudah lebih dulu hadir di
tengah-tengah masyarakat Betawi. Ciri dari kesenian Topeng Blantek yaitu
terdapat tiga buah sundung (kayu yang dirangkai berbentuk segi tiga yang biasa
digunakan untuk memikul sayuran, rumput dan lain sebagainya).
Namun, di tengah modernisasi zaman kesenian yang dulu
dikenal di kalangan rakyat jelata tersebut saat ini kondisinya hampir punah.
Bahkan, keberadaan seniman dan sanggar tari Topeng Blantek boleh dikatakan
hidup segan mati tak mau. Ia mengakui, sejak adanya kesenian-kesenian
tradisional Betawi lainnya seperti Lenong, Topeng Betawi, Samrah,Gambang Kromong dan lain sebagainya, kesenian Topeng Blantek makin surut pamornya
dan akhirnya hilang sama sekali. Saking lamanya kehadiran Topeng Blantek
Marhasan tidak tahu kapan kesenian rakyat itu ada. Marhasan yang sejak 1972
malang melintang di Teater Maki-Maki pimpinan Patrick Usman, Sanggar si Barkah
dan lainnya hingga 1982 bersama almarhum Usman juga turut mendirikan sanggar
Topeng Blantek Pangker Group karena kecintaannya pada kesenian asli Betawi
tersebut.[1]
Namun sepeninggalnya Ras Barkah pada 2007, upaya
melestarikan Topeng Blantek mulai terkendala modal dan sulitnya mencari
generasi penerus dan diperparah dengan tak adanya perhatian dari pemerintah
untuk turut melestarikan kesenian Topeng Blantek. Akibatnya, satu-persatu
sanggar-sanggar tersebut berguguran. Hingga saat ini untuk wilayah Jakarta
Barat saja hanya tersisa empat sanggar. “Dari empat sanggar tersebut dua
sanggar boleh dibilang hidup segan mati tak mau. Sebab anggotanya sudah tak
tahu ke mana rimbanya,” tutur Marhasan.[2] Nasib
yang tidak jauh berbeda juga saat ini dialami sanggar yang dipimpinnya yang
bermarkas di Jalan Pangkalan Kramat, RT 01/10, Kelurahan Semanan, Kecamatan
Kalideres, Jakarta Barat, yang beranggotakan 30 orang. Tak adanya modal membuat
sanggarnya kesulitan membeli perangkat alat musik baru untuk menggantikan alat
yang lama hasil pemberian Sudin Kebudayaan Jakarta Barat. Ditambah kurangnya
minat generasi muda, khususnya keturunan Betawi untuk melestarikan budayanya praktis
membuat sanggarnya sepi job.
Daya tawar pada seni dipengaruhi oleh kondisi masyarakat.
Jika dibandingikan dinamika sosial suatu masyarakat yang berubah sangat membawa
pengaruh pada kesenian tradisional. Pada masyarakat modern, kebutuhan akan
hidup semakin ke arah modern. Masyarakat modern sudah berpola pikir semakin
maju, karena zaman yang semakin canggih. Modernisasi yang terjadi pada
masyarakat mempengaruhi keberadaan kesenian tradisional. Pada tahap yang lain
dapat berdampak runtuhnya kesenian tradisional. Hal itu terjadi, karena pada
dasarnya nuansa modern lebih melihat sisi ke arah masa depan yang semakin
berubah. Kesenian tradisional merupakan hal-hal yang sifatnya ketinggalan atau
dianggap masih tradisional. Hal tersebut juga sama dengan seni budaya Topeng
Blantek yang dianggap tergolong kebudayaan tradisional. Hal itu karena seni
Topeng Blantek adalah suatu bentuk hasil dari ide dan karya masyarakat Betawi
terdahulu. Terdahulu merupakan kata yang identik tradisional.
Kebudayaan tradisional sejatinya merupakan corak yang
menjadi khas pada suatu daerah atau bangsa tertentu. Namun, kondisi masyarakat
lebih senang pada sebuah budaya yang sifatnya modern. Hal itulah yang
menyebabkan adanya dinamika sosial pada masyarakat terhadap kesenian. Masyarakat
disatu sisi tertarik akan budaya-budaya baru yang menyenangkan karena sebagai
hiburan. Budaya-budaya luar saat ini masuk secara terbuka dan mudah masyarakat
untuk menyaksikannya serta dapat dilihat melalui media masa seperti televisi
dan internet. Masyarakat pada konteks saat ini lebih cenderung ingin berubah
sesuai dengan zamannya.[3]Perubahan
yang terjadi secara luas telah berdampak pada ketidatertarikan masyarakat pada
seni budaya tradisional, salah satunya Topeng Blantek ini. Dinamika sosial ini
menjadi sebuah bagian dalam kehidupan berkesenian. Kondisi masyarakat Betawi
yang tidak peduli atau kurang perhatian terhadap budayanya menunjukkan realitas
masyarakat Betawi saat ini. Pada dasarnya masyarakat mengalami evolusi budaya,
yaitu perubahan secara besar pada budaya yang terjadi pada masyarakat,
khususnya masyarakat Betawi. Perubahan tersebut berdampak pada seni budaya
lokal. Oleh sebab itu, dinamika sosial pada masyarakat modern berpengaruh pada
keberadaan seni budaya Topeng Blantek yang terjadi di kota besar.
Dunia saat ini sedang mengalami sebuah proses yang
dinamakan dengan Globalisasi. Globalisasi merupakan sebuah proses yang saling
berhubungan antara siapapun tidak terbatas oleh bidang tertentu. George
Ritzer menjelaskan bahwa “Globalisasi kebudayaan adanya sebuah proses hubungan
antara budaya lokal dalam dengan global.”[4] Global adalah sesuatu yang sifatnya berasal
dari luar bukan lokal. Salah satunya adalah budaya yang berasal dari luar.
Hubungan antara kesenian tradisional dengan budaya luar memiliki perbedaan.
Fenomena tersebut dapat mempengaruhi pada terpinggirkannya
kesenian tradisional karena globalisasi dapat berpengaruh terhadap pelemahan
budaya-budaya lokal, seperti seni budaya Topeng Blantek. Pelemahan tersebut
berdampak pada menurunnya kepedulian masyarakat Betawi terhadap budaya lokal.
Globalisasi juga membawa perubahan tingkatan dalam masyarakat terutama di
Jakarta. Perubahan ini dapat membawa masyarakat yang menuju pada arah menjadi
sebuah masyarakat modern. Arus globalisasi dan modernisasi yang semakin tinggi
membuat pergeseran pada kalangan masyarakat Betawi di Jakarta.
Pergeseran ini semakin membuat kalangan masyarakat Betawi
sekarang menjauhi seni budaya tradisionalnya. Tradisional yang identik dengan
keterbelakangan sudah menjadi sesuatu istilah yang ketinggalan zaman.
Masyarakat modern lebih menerima respon budaya modern. Hal tersebut berdampak
pada seni budaya Topeng Blantek yang tradisional semakin terpinggirkan oleh
masyarakat karena globalisasi membawa perubahan pada masyarakat, khususnya
masyarakat Betawi termasuk yang ada di wilayah budaya Betawi (Jakarta, Bogor,
Depok, Tangerang, Bekasi).
Zaman modern juga berdampak pada keberadaan kesenian
tradisional bukan hanya Topeng Blantek, akan tetapi bisa semua. Kemerosotan
seni Topeng Blantek secara terbuka juga karena faktor modernisasi budaya akibat
globalisasi. Dan dikhawatirkan lambat laun kesenian tradisional akan tergerus
dan semakin hilang.”[5]
Adanya kontstelasi juga disebabkan oleh faktor kapitalis
sebagai pemilik modal yang memanfaatkan adanya globalisasi dan modernisasi pada
kebudayaan yang mengedepankan sisi materialis, sehingga berdampak pada budaya
tradisional seperti Topeng Blantek yang semakin redup. Akibat dari hal itu
membawa dampak pada kehidupan para seniman yang mayoritas kelas menengah kebawah
semàkin tertindas.
Padahal seni budaya Topeng Blantek adalah seni
tradisional masyarakat kaum Betawi yang memiliki sebuah nilai. Kesenian Betawi
yang berasal dari karya masyarakat Betawi terdahulu. Dalam pertunjukan seni
budaya Topeng Blantek tetap menggunakan alat musik sederhana, seperti rebana
biang dan gong. Alat-alat musik tersebut masih tergolong sebagai alat musik
tradisional. Kesenian tradisional Betawi ini telah pada taraf hampir
menghilang. Kehidupan zaman modern membawa masyarakat pada arah modernisasi.
“Menurut Suryono Soekanto bahwa “Modernisasi adalah suatu
proses perubahan yang menuju pada sistem-sistem sosial budaya yang telah
berkembang.”[6]Salah
satunya pada seni budaya, mayonitas masyarakat sekarang lebih tertarik pada
hal-hal yang bersifat glamor dan modern, seperti Iebih tertarik untuk menonton
konser-konser band yang cenderung ke arah hedonisme. Akan tetapi, melihat
kesenian budaya sendiri tidak tertarik karena dianggap kuno dan tradisionalis.
Sekarang ini orang lebih senang melihat tontonan
band-band artis top, karena lebih asyik. Daripada nonton kesenian budaya
sendiri seperti Topeng Blantek ini yang masih dianggap kuno dan bahkan ketinggalan
zaman. Apalagi sekarang zaman semakin modern, orang-orang lebih senang
hal-hal yang modern daripada tradisional, kaya budaya topeng belantek ini.[7]
Seni Topeng Blantek yang berlatar belakang tradisional
harus bersaing dengan budaya-budaya modern. Daya tawar pada seni Topeng Blantek
membuat kesenian ini dapat bertahan. Daya tawar yang diberikan pada seni budaya
Topeng Blantek yaitu nilai. Konsep daya tawar pada seni tersebut menjelaskan
bahwa ada sesuatu yang ditawarkan atau diberikan untuk masyarakat. Sesuatu yang
ditawarkan tidak hanya sekedar sebuah pertunjukan. Nilai dari proses pemaknaan
sosial yang menjadi bagian utama dalam kesenian dikarenakan pertunjukan Topeng
Blantek dapat merosot maupun berkembang. Nilai pada seni juga dapat ditambah
dari segi kostum, peralatan musik, dan dialog cerita yang terkadang menggunakan
bahasa Inggris.
Nilai-nilai yang bersifat pendidikan dan dakwah yang menjadi bagian dan daya tawar pada sebuah seni
budaya Topeng Blantek. Daya tawar akan mengarah pada keeksistensian seni Topeng
Blantek.
Bertahannya kesenian-kesenian di kota besar menunjukkan
bahwa seni memiliki daya tawar. Daya tawar yang membuat seni dapat bertahan
juga harus dapat didukung oleh faktor lain. Bagi para seniman bertahannya seni
budaya di kota Jakarta membuktikan bahwa masih ada masyarakat yang peduli dan
perhatian terhadap seni tersebut. Jadi daya tawar pada sebuah seni dilihat pada
nilai-nilai yang terkandung dalam seni budaya tersebut. Walaupun pada dasarnya
seni Topeng Blantek dapat berkembang.
Seni budaya Topeng Blantek yang bersifat tradisional dan
terbentuk juga pada saat dahulu. Para seniman sanggar seni budaya Topeng
Blantek sendiri jumlahnya cukup sedikit dan akan punah jika tidak pernah ada
pertunjukan. Pertunjukan atau pergelaran merupakan sebuah cara untuk
menunjukkan bahwa seni budaya ini masih ada. Jadi dilihat secara luas pengaruh
globalisasi dan modernisasi sekarang ternyata memberikan dampak bagi seni
budaya Topeng Blantek.
Seni budaya Topeng Blantek adalah sebuah kesenian
tradisional yang ada di Jakarta. Globalisasi dan modernisasi mempengaruhi
kesenian budaya lokal. Walaupun, masyarakat kota Jakarta berubah menjadi modern
dan maju, akan tetapi para seniman tetap mempertahankan kesenian tradisional
Topeng Blantek. Kesenian budaya Topeng Blantek yang merupakan bagian dan salah
satu teater Betawi yang memiliki nilai-nilai sosial yang terkandung. Dalam hal
ini nilai yang terkandung pada pementasan kesenian Topeng Blantek yaitu
religius dan sosial. Pada pola pendidikan pementasan kesenian Topeng Blantek
terbentuk pada beberapa unsur. Pementasan dilakukan oleh para seniman dan
pemain yang memiliki modal pada budaya. Modal budaya pada para pemain terdiri
dari keterampilan, memiliki ilmu pengetahuan pada seni, dan mengajarkan sebuah
nilai yang menjadi tuntunan. Aspek tersebut merupakan modal dalam rnenampilkan
pertunjukan kesenian Topeng Blantek. Pertunjukan Topeng Blantek juga menjadi
bagian metode pembelajaran. Meskipun, dalam pementasan seni budaya Topeng
Blantek diselenggarakan oleh pihak masyarakat dan pemerintah.
Dalam transformasi nilai dilakukan dengan cara penampilan
pementasan seni Topeng Blantek. Transformasi nilai tersebut ditujukan untuk para
penonton yang melihat acara kesenian Topeng Blantek. Penonton dapat memaknai
nilai tersebut berdasarkan penafsiran. Transformasi nilai termasuk dalam ranah
proses pembelajaran karena salah satu pembelajaran yang diberikan adalah
pemberian nilai-nilai yang diajarkan pada seni. Dalam seni Topeng Blantek nilai
dispesifikasi menjadi nilai agama dan sosial. Daya tawar pada kesenian Topeng
Blantek terkandung yaitu pada nilai yang diberikan saat penampilan pementasan
Topeng Blantek. Pementasan seni Topeng Belantek merupakan cara untuk
mempertahankan eksistensi kesenian tradisional Topeng Belantek. Kesenian Topeng
Belantek adalah sebuah produk perilaku sosial dan komunitas betawi.Perilaku
yang menunjukan unsur nilai khas masyarakat Betawi. Kesenian topeng belantek
merupakan bagian dan identitas masyarakat Betawi. Kebertahanan topeng belantek
dsebabkan oleh para seniman yang peduli akan senibudaya tradisional. Sanggar
ini adalah sanggar seni topeng Belantek yang masih mempertahankan kesenian
tersebut. Selain itu, sanggar memiliki peran lain yaitu untuk tempat interaksi
berkumpulnya para warga.
Dengan demikian, seluruh masyarakat bertanggung jawab
dalam menjaga pelestarian Topeng Blantek demi menuju masyarakat yang menjunjung
budaya tradisional(lokal) menjadi bagian dari budaya nasional. Dengan cara
memperbanyak pembinaan, pengembangan dan pelestarian budaya tradisional dan
membawanya kepentas internasional.
[1] dikutip
dari berita Seputar Betawi News Seni Budaya, Topeng Blantek Kesenian
Betawi yang Nyaris Punah Sabtu, 11 Januari 2014 http://seputarbetawinews.blogspot.com/2014/01/seni-budaya.html di akses
pada 17 september 2015 02:30
[2] Marhasan adalah seorang tokoh
seni dari pemimpin sanggar pangker group pengganti alm Ras Barkah.
[3] Dikutip
dari catatan Abdul Aziz https://catatanabdulaziz.wordpress.com/2013/10/10/daya-tawar-seni-topeng-blantek/ di
akses pada 16 oktober 2015 12:45
[4] Goerge Ritzerdan Douglas J.
Goodman, 2007. Teori Sosiologi Modern. Yogyakarta:Kencana.2007.Hal 634
[5] Hasil Wawancara,
Abdul Aziz, Topeng Blantek Fajar Ibnu Sena,
Pesanggrahan, Jakarta Selatan, 18 Desember 2015
[6]Suryono
Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, Rajawali, 1992, Hal 383
[7] Hasil
Wawancara, Nasir Mupid, Topeng Blantek, Fajar Ibnu Sena, Pesanggrahan, Jakarta
Selatan, 05 desember 2015
Komentar
Posting Komentar