Langsung ke konten utama

Topeng Blantek, Hampir Tak Dikenal



Topeng Blantek, Hampir Tak Dikenal

Di susun oleh :

Dewi Handayani & Zulri Ramadhan 

SMAN 90 JAKARTA TAHUN 2016

Topeng Blantek merupakan teater rakyat Betawi yang kini hampir tidak dikenal masyarakat luas. Hanya sebagian masyarakat Betawi yang mengetahui teater rakyat karena banyaknya budaya luar yang mempengaruhi kebudayaan sendiri serta intensitas pementasan dan pelestariannya yang berkurang yang menyebabkan seni teater ini kurang dikenali masyarakat sekitar.

Yahya Adhi Saputra seniman Betawi dalam wawancara menyebutkan bahwa banyak pula artikel dan pendapat-pendapat yang berbeda tentang Topeng Blantek, bahkan terdapat perbedaan pendapat tentang definisi dan sejarah singkat Topeng Blantek.

Asal-usul nama kesenian ini berasal dari dua kata, yaitu Topeng dan Blantek. Istilah Topeng berasal dari bahasa Cina di zaman Dinasti Ming. Topeng asal kata dari To dan Peng. To artinya sandi dan Peng artinya wara. Oleh karena itu, Topeng bila dijabarkan berarti sandiwara.

Sedangkan untuk kata Blantek ada beberapa pendapat. Ada yang mengatakan berasal dari bunyi-bunyian musik yang mengiringinya, yaitu satu rebana biang, dua rebana anak dan satu kecrek yang menghasilkan bunyi, “blang-blang tek-tek. Namun, lidah masyarakat lebih mudah menyebutnya sebagai Blantek.

Menurut Nasir Mupid, seniman Topeng Blantek, Topeng Blantek merupakan induk dari teater rakyat Betawi, karena Topeng Blantek memiliki apresiasi seni yang terdapat di teater rakyat Betawi lainnya. Misalnya palang pintu, seni tari, seni musik serta seni teater . Kondisi kesenian Topeng Blantek kian mengkhawatirkan, terutama sepeninggal Ras Barkah. Upaya melestarikan Topeng Blantek mulai terkendala modal dan sulitnya mencari generasi penerus serta diperparah dengan tak adanya perhatian dari pemerintah untuk turut melestarikan kesenian Topeng Blantek.

Menurut Nasir Mupid, dahulu sanggar Topeng Blantek di Jakarta ada sekitar 32 sanggar, tetapi sampai saat ini hanya tersisa dua sanggar yang masih bertahan, yaitu di daerah Jakarta barat dan di daerah Jakarta Selatan. Para lakon yang ada sudah bergabung sejak zaman Ras Barkah. Hal ini lah yang membuat sanggar-sanggar yang lain tutup.

Oleh karena itu penulis membuat makalah ini dengan tujuan untuk mengeksplorasi kebudayaan Betawi yaitu Topeng Blantek yang hampir punah. Supaya teater Topeng Blantek dapat dikenal bukan hanya kalangan masyarakat lanjut usia tetapi saat ini generasi muda yang melanjutkan kebudayaan ini. Orang asing saja ingin mempelajari kebudayaan Indonesia, seharusnya kita sebagai generasi muda memiliki cinta kepada kebudayaan sendiri.

Topeng Blantek

Seni budaya tradisional merupakan bagian dari kehidupan masyrakat. Sama halnya dengan seni budaya Topeng Blantek yang menjadi bagian dari masyarakat Betawi dahulu. Masyarakat Betawi yang cinta terhadap seni budayanya, akan peduli pada kesenian tradisionalnya. Setiap seni budaya memiliki sejarah asal-usul terbentuknya budaya tersebut. Awal munculnya seni budaya Topeng Blantek pada zaman penjajahan Belanda, sekitar abad 19. Zaman penjajahan Belanda, pergelaran Topeng Blantek sering dilaksanakan oleh orang-orang Betawi pada saat malam hari. Waktu itu pergelaran Topeng Blantek lebih sering dipertunjukkan, karena pada saat itu belum banyak seni budaya yang lahir. Para pemain Topeng Blantek disebut panjak. Mereka yang memainkan Topeng Blantek pada umumnya adalah orang-orang Betawi.

Pergelaran Topeng Blantek saat itu menjadi hiburan rakyat dan para koloni Belanda. Asal nama Topeng Blantek berasal dari kata Topeng yang artinya sandiwara dan Blaind Teks yang artinya tanpa teks (wawancara Abdul Aziz).

Jadi setiap orang-orang Betawi dahulu menampilkan pertunjukan sandiwara secara spontan tidak menggunakan teks atau naskah cerita dan terkandung nilai-nilai didalamnya yang bersifat universal. Seni budaya tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia apa lagi masyarakat asli Betawi . Seni budaya Topeng Blantek memiliki asal-usul sejarah dalam masyarakat Betawi.

Pada saat awal dibentuknya seni budaya ini merupakan seni hiburan yang diminati masyarakat pada saat itu. Sebelum lahirnya Topeng Blantek, pertunjukan Topeng dan Lenong sudah ada. Topeng Blantek lahir karena sisi tolak yang berbeda antara Topeng dengan Lenong. Saat itu, Lenong merupakan hiburan masyarakat kelas atas.

Sedangkan Topeng merupakan hiburan masyarakat kelas menengah kebawah. Dari kedua faktor itulah, Topeng Blantek lahir untuk menjadi seni budaya yang bersifat universal bagi masyarakat. Oleh sebab itu Topeng Belantek lahir, ketika ada kesenjangan pada masyarakat yang diakibatkan oleh dua faktor tersebut.

Mengenai hal tersebut, Abdurrachiem menegaskan,“Topeng Blantek itu lahir dari sebuah proses keberadaan pertunjukan Topeng dan Lenong. Lenong ditonton oleh masyarakat kelas atas salah satunya tuan tanah. Sedangkan Topeng untuk kalangan masyarakat kelas bawah. Dan Topeng Blantek ada sebagai sisi netral atau penyeimbang. Dalam arti bahwa Topeng Blantek dapat ditonton oleh semua kalangan.” (Wawancara Abdul Aziz)

Walaupun demikian, Topeng Blantek menjadi salah satu hiburan rakyat yang berasal dari seni tradisional masyarakat Betawi. Pada awal keberadaannya, Topeng Blantek dalam pertunjukannya menggunakan obor. Obor di gunakan sebagai alat penerang dalam pertunjukan dan selalu digunakan oleh tokoh Jantuk, karena dahulu Topeng Blantek pertunjukannya selalu dimainkan pada malam hari. Topeng Blantek berkembang dan disebar luaskan oleh para pedagang keliling zaman dulu, sambil menunggu pagi dan dagangannya laku mereka suka bercerita diantara sundung dagangannya. Sejak jaman dulu, para penggarap Topeng Blantek kebanyakan bertani dan berdagang pada siang harinya, itu pun jika diantara mereka tidak manggung pada malam harinya.

Sejak tahun 1950-an aktivitas Topeng Blantek vakum. Dan mulai tahun 70-an Pemda DKI Jakarta mulai menggali kembali blantek. Namun setelah banyaknya seni pertunjukan asing masuk, maka kesenian budaya Betawi semakin menghilang dan diantara kesenian budaya Betawi mulai dikenal masyarakat Betawi dan ditayangkan kembali oleh TVRI, serta menjadi akrab kembali. Lebih-lebih Topeng Betawi dan Topeng Blantek yang disajikan di ruang terbuka di halaman dengan arena terbentuk oleh kerumunan para penontonnya hingga merupakan lingkaran atau tapal kuda jika penonton menghadap ke layar tunggal. Dengan bentuk yang demikian, maka posisi pemain dan penonton tanpa batas selama pertunjukan berlangsung. Terkadang terjadi dialog antara para pemain dengan para penonton secara spontan dalam beberapa saat. Pada dasarnya Topeng Blantek dengan Topeng Betawi adalah sama. Perbedaannya terletak pada iringan musiknya. Topeng Betawi diiringi oleh musik Gamelan Topeng berbau gaya Sunda yang ditambah oleh iringan gesekan Rebab, sedangkan Topeng Blantek diiringi oleh Rebana Biang yang terdiri dari 3 buah Rebana (Biang, Ketok,Kotek).

Kesenian Topeng Blantek sekarang ini tidak menggembirakan. Blantek hanya tumbuh dan berkembang didua wilayah, yaitu di Jakarta selatan, dan Jakarta Barat (wawancara Nasir Mupid).

Regenerasi tidak berjalan sebagaimana seharusnya. Namun, ada seorang seniman yang giat berusaha memperkenalkan dan membawa Topeng Blantek diberbagai pertunjukan seni yaitu Ras Barkah pada eranya Ras Barkah telah membawa kesenian Topeng Blantek kepuncak kepopulerannyya dalam mengembangakan Kesenian kesenian Topeng Blantek pada tahun 1994, banyak kesuksesan yang telah dicapai oleh Ras Barkah terutama membangun yayasan untuk kemajuan kesenian Topeng Blantek.

Topeng Blantek merupakan hasil budaya masyarakat Betawi yang pada saat ini “termarjinalkan” oleh situasi. Topeng Blantek belum diketahui sebagian besar masyarakat dan berbanding terbalik jika dibandingkan dengan keberadaan Lenong. Padahal dalam khazanah kebudayaan Betawi, Topeng Blantek menjadi bagian penting bagi masyarakat Betawi. Karena apa? Karena didalam pertunjukan Topeng Blantek terkandung aspek moral, agama, dan sosiologi masyarakat Betawi itu sendiri. Contohnya bahwa pada setiap pertunjukannya Topeng Blantek bersetting sundung dan obor. Sundung pada jaman dulu adalah alat paling berharga bagi masyarakat Betawi dan begitu pula obor adalah simbol perjuangan masyarakat Betawi pada masa itu. (wawancara Nasir Mupid)

Walaupun, pada sekarang ini Topeng Blantek mengalami kemunduran. Kebertahanan Topeng Blantek di Jakarta salah satunya di pengaruhi oleh adanya sanggar Betawi yang berlandaskan pada kesenian tradisional Topeng Blantek. Peran sanggar juga sangat terkait dengan pemiliknya yang merupakan seniman Betawi. Seniman Betawi merupakan pelopor penggerak pelestarian terhadap seni budaya. Akan tetapi, hal tersebut perlu dibantu dan didukung oleh faktor lain. Seni budaya Topeng Blantek merupakan produk masyarakat Betawi dan sekaligus menjadi media sosial Betawi.

Topeng Blantek Sebagai Media Untuk Masyarakat

Pertunjukan seni Topeng Blantek Para pemain dan seniman Topeng Blantek selalu menyampaikan maksud dan tujuan pada pertunjukannya. Nilai yang merupakan tuntunan berarti harus terkandung dalam norma di
masyarakat. Norma sendiri terdiri dari cara (usage), kebiasaan (folkways), tata kelakuan (mores), dan adat istiadat (custom) (wawancara Abdul Aziz).

Nilai yang menjadi sebuah tuntunan mempunyai peran penting terhadap kehidupan masyarakat. Nilai bersifat positif ini secara langsung di transfer melalui seni budaya pada masyarakat luas. Nilai yang menjadi tuntunan dapat memberikan sebuah pengamalan dan manfaat juga bagi para seniman dan masyarakat luas. Nilai-nilai umum yang diberikan pada seni budaya adalah estetika dan etika. Nilai estetika dilihat pada seni budaya salah satunya dari segi penampilan dan gerakan-gerakan dalam pertunjukan seni budaya Topeng Blantek. Nilai etika pada kesenian ini ditunjukan dengan moralitas, religius, dan karakter.

Dalam pertunjukan teater seni Topeng Blantek ini memiliki banyak peran yaitu sebagai media sosial, media dakwah, dan sebagai menghibur masyarakat yang menonton pertunjukan tersebut. Fungsi dan peran sangat penting disamping untuk menghibur masyarakat dan Topeng Blantek ini didalam pertunjukan dapat unsur unsur dakwah yang isinya nasehat dan ajaran agama maknanya banyak bagi para penonton pertunjukan seni Topeng Blantek dan juga pertunjukan tersebut sebagai media sosial pada saat penampilan pertujukan dimulai setiap pemain melakukan interaksi menyapa para penonton dengan salam dan pada saat pemain mulai bermain melakuan lakonan atau alur cerita yang lucu sehingga mengajak penonton masyarakatnya tertawa.

Topeng Blantek Sebagai Media Sosial

Seni budaya adalah bagian dari kehidupan mayarakat dan juga merupakan sebuah media sosial masyarakat. Seni budaya sebagai media sosial yang dihasilkan dari produk sosial untuk menyalurkan aspirasi masyarakat.

Topeng Belantek adalah berperan sebagai media sosial masyarakat Betawi. Media sosial yang berlandaskan atas nilai-nilai dan merupakan sebuah sarana apreasiasi masyarakat untuk menampilkan sesuatu yang ingin diungkapakan dan disalurkan melalui pertunjukan. Salah satu yang diungkapkan pada publik dan pemerintah, berisikan kepedulian, kritik sosial yang merupakan bagian dari nilai sosial dalam Topeng Blantek.

Topeng Blantek merupakan bagian dari teater Betawi, memiliki fungsi sebagai sarana informasi masyarakat dalam aspek-aspek kebudayaan yang berisi tentang sejarah, aktivitas masyarakat Betawi, dan seni. Aspek tersebut sangat menjadi rujukan isi pada sebuah kesenian.

Dalam Topeng Blantek aspek-aspek tersebut saling berkaitan dan juga termasuk hal yang utama dalam pementasan yang terdiri dari latihan adegan, pementasan teater yang menggunakan panggung sebagai medianya. Pada aspek latihan adegan merupakan sebuah kegiatan persiapan yang akan ditampilkan.

Seni topeng belantek merupakan sebuah media sosial. Media yang bersifat untuk semua kalangan masyarakat. Media yang memberikan pesan pada para penonoton. Seni topeng belantek sebagal media sosialisasi menyampaikan pesan melalui isi cerita melalui sebuah teater.

Teater merupakan sebuah sarana ekspresi para pemain topeng Belantek untuk menunjukan keterampilan atau keahliannya dalam berseni. Dalam teater menunjukan kemampuan pemain yang di peroleh dan pelatihan bakat dan proses belajar individu yang dimiliki pemain pada seni. Teater pertunjukan kesenian Topeng Belantek memiliki tujuan untuk mentranformasikan nilai pada masyarakat dengan melalui pertunjukan seni budaya Topeng Belantek merupakan repsenasi dan ide, gagasan, dan cerita yang disampaikan oleh para pemain dan seniman yang tergabung pada komunitas betawi dalam sanggar, sehingga para penonton dapat mengambil pelajaran dan pesan dan pertunjukan tersebut.

Oleh sebab itu, kesenian Topeng Blantek memiliki peran sebagai media sosial mampu menciptakan hubungan sosial menurut Raymond William, dalam Chris Barker bahwa “budaya meliputi organisasi produk struktur lembaga yang mengekspresikan hubungan sosial, dan bentuk komunikasi anggota masyarakat”. Kesenian Topeng belantek juga dapat menciptakan interaksi antara seni dengan masyarakat (Chris, 2004).

Hubungan interaksi sosial berlanjut pada pemahaman dengan para penonton dan berpengaruh pada masyarakat dalam Goerge ritzer bahwa “terjadinya proses interaksi sosial harus memiliki sifat pengaruh dan mempengaruhi” (Ritzer, 2007: 27).

Proses sosialisasi yang dilakukan oleh pemain dengan menampilkan cerita yang ingin disampaikan pada masyarakat. Hal tersebut menunjukan proses sosialisasi terwujud melalui adanya hubungan komunikasi melalui perilaku terbuka dan peran seniman dan pemain topeng belantek itu sendiri. Perilaku terbuka dalam hal ini ditunjukan dengan gerakan-gerakan dan adegan yang ditampilkan Seni topeng Belantek itu merupakan sarana menyampaikan sesuatu dalam proses untuk mencapai tujuan. Oleh sebab itu, peran Topeng Blantek sebagai media sosial dapat berperan penting dan memberi manfaat karena didalam pertunjukanya mengandung nilai-nilai yang mudah di serap dan tersampaikan untuk para penonton atau masyarakat Betawi yang meliputi kegiatan atau aktivitas dan kebiasaan kehidupan sehari masyarakat Betawi.

Topeng Blantek Sebagai Media Pendidikan

Peran Topeng Blantek sebagai media pendidikan itu sendiri merupakan proses pembelajaran menuju masyarakat yang bertujuan positif dalam Nurul Zuriah bahwa “pendidikan yang memberikan hal positif tidak hanya pemberian kognitif, selain itu terdiri dan beberapa unsur-unsur yaitu penanaman moral, etika, dan estetika dalam kehidupan.”(Zuriah, 2008: 19).

Pola pendidikan pada seni topeng belantek rnengarah pada adanya eksistensi dan penyampaian nilai-nilai pada masyarakat dalam Tirtaraharja Umar bahwa “pendidikan itu merupakan sesuatu yang memiliki sifat atau nilai universal dan berlangsung secara terus menerus tidak putus” (Ibid).
 
Disetiap pertunjukan Topeng Blantek terdapat pembelajaran untuk penontonnya bahwa pertunjukan Topeng Blantek memberikan hal-hal yang membantu pengetahuan masyarakat atau penonton didalam alur ceritanya menunjukan dan memperlihat nilai nilai yang menjadikan suatu tutunan dalam bermasyarakat ataupun berkelompok karna itu Topeng Blantek bukan hanya tontonan yg menghibur tetapi Topeng Blantek juga bias menjadi pembelajaran bagaimana cara bersosialisai berkomunikasi dan berinteraksi kepada masyarakat yang menontonnya.

Pengetahuan itu menunjukan adanya tingkat kecerdasan pada para pemain seni topeng belantek. Gagasan atau ide yang ingin disampaikan dikemas dalam cerita atau kisah-kisah yang diambil dan tokoh dan kehidupan masyarakat Betawi. Hal tersebut menjadikan pengetahuan yang menonjol pada seni Topeng Belantek yaitu sejarah dan Betawi.

Pengetahuan sejarah ini bertujuan membahas tentang seni budaya tradisional tempo dulu. Seni budaya Topeng Blantek merupakan peninggalan para seniman dan masyarakat Betawi dahulu. Salah satu pengetahuan sejarah yang terkenal yaitu mengenai cerita si pitung.

Pengetahuan sejarah juga memiliki tujuan lain pada masyarakat yang merupakan penonton harus peduli dan melestarikan budayanya.
Di dalam buku karangan Poedjawijatha bahwa “pengetahuan adalah sesuatu yang diketahuinya”(Poejdawijatna, 1983 : 19) pengetahuan dalam hal ini bersifat wawasan.

Wawasan pengetahuan terhadap kesenian budaya. Para seniman dan pemain harus mampu memahami dan mengerti tentang seni. Pengetahuan yang dihasilkan dan para pemain seni budaya topeng Belantek pada masyarakat salah satunya dengan memberikan sejarah budaya masyarakat Betawi. Hal itu karena Seni topeng Belantek merupakan bagian dan budaya tradisional masyarakat Betawi.

Pengetahuan yang bersumber pada keingintahuan terhadap sesuatu. Pengetahuan yang merupakan sebuah ide atau gagasan yang ingin di sampaikan pada masyarakat. Pengetahuan yang di berikan pada seni budaya ini tidak dengan teori. Namun, pembenian itu bersifat tersirat terhadap masyarakat yang menonton. Pengetahuan itu pun tidak terbatas hanya pada satu aspek, tapi lebih luas.

Pendidikan itu sendiri merupakan proses pembelajaran menuju masyarakat yang bertujuan positif dalam Nurul Zuriah bahwa “pendidikan yang memberikan hal positif tidak hanya pemberian kognitif, selain itu terdiri dan beberapa unsur-unsur yaitu penanaman moral, etika dan estetika dalam kehidupan.”(Zuriah, 2008: 19).

Pola pendidikan pada seni topeng belantek mengarah pada adanya eksistensi dan penyampaian nilai-nilai pada masyarakat dalam Tirtaraharja Umar bahwa “pendidikan itu merupakan sesuatu yang memiliki sifat atau nilai universal dan berlangsung secara terus menerus tidak putus” (Ibid).

Aspek pengetahuan yang ada pada topeng belantek yaitu mengandung sejarah. Sejarah merupakan bagian dari pendidikan dan pengetahuan. Point pengetahuan sendiri yang satu ini akan mengajak pada masyarakat untuk mencintai dan lebih peduli akan budayanya. Sifat tersebut yang ditanamkan pada masyarakat sekarang ini “Jangan melupakan sejarah”.

Oleh sebab itu, para pemain seni Topeng Belantek tidak hanya menampilkan keterampilan fisik, akan tetapi dan segi kognitif juga harus menguasai. Penguasaan pengetahuan yang dimiliki oleh para pemain seni Topeng Belantek merupakan bagian dan sisi kemampuan pada dirinya.

Hal tersebut salah satu dan modal budaya pada kesenian tradisional Topeng Belantek. Dan dapat memberikan pembelajaran atau bagi penontonya sehingga sangat berperan jika didalam pertunjukan Topeng
Blantek itu ditanamkan pola pendidikan.

Topeng Blantek Sebagai Media Dakwah

Topeng Blantek memiliki fungsi bukan hanya sebagai hiburan. Namun Topeng Blantek berfungsi sebagai alat untuk berdakwah menyebarkan ajaran-ajaran agama Islam, karena Asal mula Topeng Blantek sampai menjadi sebuah pertunjukan berawal dari para pedagang di jajaran wilayah Jakarta di mana terdapat suku Betawi. Para pedagang tersebut yang memperjualkan dagangannya melalui celoteh-celoteh (katakata), mempunyai arti atau makna tentang penerangan yang memberikan angin positif bagi para penonton yang melihat, mendengar dan memahami dan tutur kata yang diucapkannya itu, kemudian menjadi sebuah pertunjukan.

Pedagang-pedagang tersebut kebanyakan berasal dan kalangan ahli agama Islam yang akhirnya mempergunakan Topeng Blantek sebagai penyebaran agama Islam dan dakwah-dakwah kepada masyarakat (wawancara Nasir Mupid).

Hal itu ditambah dengan iringan lagu-lagu Islami seperti Al Fiqih, Aisyah, dan Maulana. Sedangkan lagu hiburan, salah satunya Jali-jali. Pada konteks lain nama Topeng Blantek diambil dari alat musik rebana biang dan kotek sebagai iring-iringan pertunjukannya. Namun seiring perkembangan waktu penggunaan Rebana Biang bergeser pada alat- alat tradisional lain yang digunakan sebagai pengiring Topeng Belantek seperti Gong, Gendang, dan lain-lain, sehingga Rebana Biang jarang digunakan oleh para seniman. Alat-alat tradisional tersebut sebagai pelengkap dalam kesenian topeng belantek.

Adanya nilai religious yang terkandung pada seni Topeng Blantek, hal ini ditunjukkan dari sisi kaum Betawi yang selalu menggunakan songkok dan kain sarung pada penampilannya. Songkok dan sarung merupakan simbol umat Islam yang sangat kental pada kaum Betawi. Pada seni budaya Topeng Blantek adanya tokoh Jantuk juga diidentikkan dengan tokoh agama. Karena Tokoh sentral tersebut yang merupakan ciri khas Topeng Blantek selalu memberikan nasihat-nasihat di akhir acara pementasan Topeng Blantek. Nasihat-nasihat tersebut mengandung unsur-unsur agama yaitu tentang kejujuran, kebaikan untuk selalu beribadah, dan lain-lain. Pada pergelaran Topeng Blantek yang terkadang selalu diiringi dengan musik-musik tradisional yang bernuansa Islami.

Nilai religius pada Topeng Blantek memberikan warna terhadap seni budaya Topeng Blantek. Para seniman Betawi yang juga pemain Topeng Blantek dalam membuat tema yang dibuat harus memiliki sisi agama (wawancara Abdul Aziz).

Sehingga pada pertunjukan seni Topeng Blantek memberikan peran yang sangat bermanfaat untuk penonton khususnya masyarakat Betawi islam. Selain itu, dari simbol warna-warna topeng (merah, putih, dan merah jambu) yang digunakan dalam pentas dianggap memiliki nilai filasofis yang tinggi, sehingga dianggap sangat sakral. Bahkan dahulu, pertunjukan topeng diawali dengan pelaksanaan ritual ngukup (Tim Peneliti Kebudayaan Betawi FIB UI, 2012: 72-73).

Memang pertujuan Topeng Blantek biasanya di maksudkan sebagai kritik sosial atau untuk menyampaikan nasihat nasihat tertentu kepada masyarakat. Cara menyampaikan kritik atau nasihat tersebut biasanya dilakukan lewat banyolan-banyolan yang halus dan lucu, agar tidak dirasakan sebagai suatu ejekan atau sindiran. Itulah sebab kesenian ini mempersyaratkan para pemainnya mempunyai kemampuan berkomunikasi yang cukup tinggi (wawancara Abdul Aziz).

Topeng Blantek sebagai media Hiburan

Pertunjukan Topeng Blantek kerap menjadi hiburan masyarakat saat hajatan pernikahan, sunatan dan syukuran lainnya, memang sangat menghibur ketika masyarakat menonton pertunjukan dan melihat kelucuan para pemain yang memainkan lakon alur cerita memperlihatkan lelucuan yang mengundang tawa para penontonnya, para pemain pun sangat interaktif membawakan cerita dari gaya, watak, prilaku sesuai perannya masing-masing. Keluar masuk peran merupakan keluar masuk pemain kedalam perannya untuk keluar menjadi diri sendiri dan kembali masuk menjadi peran yang dimainkan pemain. Pemain dapat keluar dan perannya saat situasi tertentu dan masuk kembali ke dalam perannya ketika melanjutkan ceritanya.

Ciri khas lelucon teater rakyat terutama tradisi Betawi yang sering menggunakan metode keluar masuk peran secara spontanitas dan naluri pemain tradisi tersebut. Keluar masuk peran bisa terjadi kapan saja pemain mau, apabila pada situasi tertentu pemain dapat menghidupkan cerita tersebut dengan metode keluar masuk peran tersebut.

Misalnya ketika seorang tokoh Jantuk menggunakan Topengnya, maka tokoh Jantuk tersebut sedang berperan menjadi tokoh Jantuk, namun ketika tokoh Jantuk tidak menggunakan topengnya maka tokoh Jantuk sudah berperan sebagai tokoh lain, misalnya menjadi tokoh Bapak, atau tokoh yang terpenting dalam cerita tersebut. Media ekpresi yang digunakan tokoh Jantuk tentunya menggunakan media ekspresi berbentuk Topeng Jantuk. “Dalam Topeng Blantek tokoh Jantuk diharuskan menggunakan  topeng berkarakter tokoh Jantuk” (wawancara Nasir Mupid), tokoh yang harus menggunakan topeng dalam Topeng Blantek adalah tokoh Jantuk.
 
Ketika pertunjukan dimulai, tokoh Jantuk sebagai pembuka narasi Topeng Blantek menggunakan topeng, namun pada saat cerita pertunjukan berjalan, pemeran Jantuk dapat membuka Topengnya dan dapat berperan sebagai tokoh lain dengan tanpa menggunakan Topeng
Jantuk.

Perlunya pemaknaan dan Pemahaman merupakan titik awal dalam mempelajari sebuah sesuatu, seperti seni kebudayaan Topeng Blantek, Pemahaman penafsiran terhadap sesuatu berdasarkan rasionalitas. Pemahaman atau Verstehen terhadap sesuatu berdasarkan sikap rasionalitas dan subyektifitas (Ritzer, 2007: 127).

Artinya bahwa pemahaman individu terhadap sesuatu hal berbeda-beda tergantung dari sisi rasionalitas dan sudut pandang individu tersebut. Dilihat bagaimana ceritanya Topeng Belantek pada tema Si Pitung atau tema yang lainnya selalu memperlihatkan cerita seperti kehidupan sehari-hari namun didalam cerita atau tema-tema yang kita tampilkan mengandung makna maupun nilai untuk diserap dan berguna bagi penonton maupun masyarakat khususnya Betawi yang sangat tau bahasa dari yang kita tampilkan (wawancara Nasir Mupid).

Nilai-nilai didalam masyarakat digolongkan menjadi 2 macam yaitu, nilai inti dan nilai periperi. Nilai inti adalah nilai-nilai universal, sedangkan pada nilai peri-peri adalah nilai alternative (Ahmadi, 1991: 15).

Nilai universal tersebut pengertiannya nilai yang dapat diterima terdiri dari nilai sosial, nilai budaya dan nilai agama. Berbeda dengan lembaga sekolah yang sifatnya formal maupun informal dengan berbasis teori atau kongnitifitas, walaupun terlalu sering dalam penyampaian pada saat pertunjukan seni budaya ini bersifat humoris.

Nilai-nilai yang terkandung pada sebuah seni budaya Topeng Blantek harus ada dan tetap dipertahankan karena dapat menjadi sebuah tuntunan hidup atau media untuk bermasyarakat. Oleh karena itu, seni budaya Topeng Blantek tidak hanya sekedar tontonan, akan tetapi secara substansi menjadi sebuah tuntunan di masyarakat luas terutama bagi kelompok masyarakat Betawi dan seniman.

Sastra Pada Topeng Blantek

Topeng Blantek memiliki sastra dan bahasa tersendiri dalam pertunjukannya. Sastra pada Topeng Blantek ini memiliki ciri khas sebagai berikut : bahasa yang digunakan, cerita yang dibawakan, penggarapan cerita, alur cerita, dan pantun dalam pertunjukannya.

Bahasa yang digunakan adalah bahasa keseharian masyarakat Jakarta yang dikenal dengan sebutan bahasa Betawi dan Sunda. Betawi memiliki daerah atau lingkungan bahasa suku kentalnya, yang terdiri dari Betawi tengah dan Betawi pinggir. Bahasa Betawi tengah cirinya setiap kata-kata yang berakhiran vokal A diganti menjadi vokal E, misalnya kata kemana menjadi kemane. Pada bahasa Betawi pinggir cirinya setiap kata-kata yang berakhiran vokal A diganti menjadi vokal AH, misalnya: kata kenapa menjadi kenapah dan orang Betawi pinggir menyingkat kata tersebut menjadi napah.

Bukan hanya bahasa Betawi pinggir saja yang digunakan oleh pelaku Topeng Blantek, terdapat pula bahasa Sunda keseharian yang kasar dalam pertunjukan Topeng Blantek, misalnya : kehet, piru yaitu cacian atau bahasa Sunda kasar yang biasa digunakan masyarakat Betawi. Unsur-unsur Cerita Topeng Blantek antara lain :

·        Cerita yang dibawakan biasanya cerita rakyat Betawi, cerita legenda Betawi (misalnya : Pitung, Jampang Mayang Sari, si Jantuk, dan lain-lain).

·        Cerita yang dibawakan bisa cerita apa saja yang penting ada tokoh Jantuk yang menjadi narator atau dalang Topeng Blantek (bahkan cerita teater modern sudah sering dibawakan Topeng Blantek tetapi harus diadaptasi ulang ke dalam bentuk cerita rakyat Betawi).

·        Cerita dari pertunjukan Topeng Blantek tidak memiliki naskah yang tertulis.

Pada perkembangan Topeng Blantek zaman sekarang, cerita tersebut memiliki naskah yang tertulis dan naskah tersebut hanya bagian plot-plot sebagai alur cerita untuk para pemain, ada pula yang sudah menggunakan naskah tertulis dengan dialog yang rapih tetapi biasanya pemain Topeng Blantek tidak terbiasa untuk mengikuti dialog atau kata-kata yang tertulis di dalam naskah tersebut, mereka lebih terbiasa dengan improvisasi dari cerita folklore (cerita rakyat turun-temurun) (wawancara Abdul Aziz)

Topeng Blantek Kurang Berkembang

Topeng Blantek di Indonesia kurang berkembang dan kurang diminati dikarenakan pengaruh globalisasi budaya yang masuk ke Jakarta, khususnya kebudayaan modern.

Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya jenis kesenian modern seperti sanggar teater modern, banyaknya pengaruh budaya asing yang masuk ke Jakarta, kurang minatnya generasi muda dalam pelestarian kesenian ini serta kurangnya peran pemerintah dalam pelestarian ini yang membuat kesenian ini hampir saja punah.

Salah satu sanggar yang masih aktif yaitu sanggar Fajar Ibnu Sena, sanggar ini merekrut anggota dengan cara sistem jemput bola, yaitu langsung mengajak partisipan dalam pentas.

Pengembangan Topeng Blantek lebih lanjut perlu dilakukan agar kesenian Topeng Blantek lebih diminati dan dipelajari oleh para generasi muda. Hal tersebut dapat dilakukan oleh berbagai pihak, diantaranya pihak sekolah sebagai rumah kedua generasi muda dapat menambah ekstra kulikuler yang bersifat membangunkan kesadaran dalam melestarikan kebudayaan di Indonesia terutama kebudayaan Betawi, yaitu Topeng Blantek.

Pemerintah khususnya di DKI Jakarta sebagai pemangku kebijakan dapat memfasilitasi dengan cara membuat sanggar di berbagai daerah di ibukota Jakarta maupun memberikan dukungan dana untuk sanggar yang sudah berdiri. Terakhir kepada para seniman Betawi dapat membantu melatih generasi penerus yang ingin mempelajari kebudayaan Betawi terutama Topeng Blantek.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mempertahankan Kesenia Betawi Lewat Seni Topeng Blantek - Jendela (3/9)

Topeng Blantek Warisan Betawi Zaman VOC

Kabar Berita Sanggar Fajar Ibnu Sena 20 Januari 2013 • Topeng Blantek Warisan Betawi Zaman VOC Lenong, Ondel-ondel, Samrah atau Gambang Kromong mungkin tak asing lagi terdengar di telinga. Kesenian tersebut identik dengan kebudayaan masyarakat Betawi. Namun tahukah Anda, ternyata masih ada satu warisan asli budaya Batavia yang sampai saat ini belum banyak dikenal, yaitu Topeng Blantek yang telah dilestarikan sejak zaman Hindia Belanda, atau Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) sekitar tahun 1648. 001,PESANGGRAHAN Topeng Blantek sejatinya merupakan kesenian asli Betawi yang belum terafiliasi dengan kebudayaan asing. Kesenian ini berkembang di daerah pesisir Jakarta, seperti Pasar Ikan, Tanjung Periuk. Saat ini, pelestari Topeng Blantek bisa dibilang langka, karena hanya tinggal tiga orang yang memiliki sanggar. Salah satunya Nasir Mupid, pengelola sanggar Fajar Ibnu Sina. Pria berusia 55 tahun itu mulai bergulat di dunia seni dan melestarikan Topeng Blantek sejak 1983. Dia ...

Topeng blantek : inventarisasi dan dokumentasi WBTB Jakarta Timur

https://youtu.be/R4a1VcejbAU